Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Ketulusan Hati

Dikisahkan kembali oleh : Tan Sudemi

Hanya Kebajikan Berkenan Tian, Tiada Jarak Jauh Tidak Terjangkau, Kesombongan mengundang Rugi dan Kerendahan Hari Menerima Berkah (Su Jing II.II:21)

 Kisah “Hadiah Terindah” yang merupakan seri pertama dari Chicken Soup for the Soul, Graphic Novel, merupakan kumpulan kisah nyata yang dituangkan dalam bentuk komik. Ada salah satu cerita yang menarik :

Alkisah, ada seorang anak berumur belasan tahun bernama Clark. Pada suatu malam, Clark akan menonton sirkus bersama ayahnya. Ketika tiba di loket, Clark dan Ayahnya mengantri di belakang serombongan keluarga besar yang terdiri dari Bapak, Ibu, dan 8 orang anaknya. Keluarga tadi terlihat bahagia malam itu dapat menonton sirkus.

Dari pembicaraan yang terdengar oleh Clark dan Ayahnya, Clark tahu bahwa Bapak ke-8 anak tadi telah bekerja ekstra untuk dapat mengajak anak-anaknya menonton sirkus malam itu. Namun, ketika sampai di loket dan hendak membayar, wajah sang bapak dengan 8 anak tadi tampak pucat pasi. Ternyata uang 40 dollar yang telah dikumpulkannya dengan susah payah, tidak cukup, untuk membayar tiket untuk 2 orang dewasa dan 8 anak yang total harganya 60 dollar.

Pasangan suami istri itu pun saling berbisik, bagaimana harus mengatakan kepada anak-anak mereka bahwa malam itu mereka batal nonton sirkus karena uangnya kurang. Sementara anak-anak tampak begitu gembira  dan sudah tidak sabar untuk segera masuk ke sirkus.

Tiba-tiba ayah Clark menyapa bapak yang memiliki 8 orang anak tadi dan berkata, “Maaf Pak, uang ini tadi jatuh dari saku Bapak, “sambil menjulurkan lembaran 20 dollar dan mengedipkan sebelah matanya. Bapak yang memiliki 8 orang anak tadi takjub dengan apa yang dilakukan oleh Ayah Clark. Dengan mata berkaca-kaca, ia menerima uang tadi dan mengucapkan terima kasih kepada Ayah Clark, dan menyatakan betapa 20 dollar tadi sangat berarti bagi keluarganya. Tiket seharga 60 dollar pun terbayar. Dan, dengan riang gembira, keluarga besar itu pun segera masuk ke dalam sirkus.

           Setelah rombongan tadi masuk, Clark dan Ayahnya segera bergegas pulang. Ya, mereka batal nonton sirkus karena uang Ayah Clark sudah diberikan kepada seorang bapak yang memiliki 8 orang anak tadi. Malam itu, Clark merasa sangat bahagia. Ia tidak dapat menyaksikan sirkus, tapi telah menyaksikan dua orang ayah yang hebat. 

Ketika saya masih bekerja di sebuah lembaga pendidikan di Rawakucing Kota Tangerang, saat itu masih dalam tahap renovasi pembangunan yang belum selesai. Ada seorang kakek tua umurnya sekitar 60 tahun lebih. Saya memperhatikan setiap pagi kakek itu memungut sisa-sisa paku bangunan yang sudah tidak layak pakai berceceran tak tentu arah di halaman sekolah yang dikumpulkan dalam satu ember kecil. Saya pikir, kakek ini mungkin seorang pemulung barang bekas, tapi ketika saya memperhatikannya, paku yang sudah dikumpulkan ia buang ke tong sampah. Saya menghampiri dan menanyakannya, “Mengapa empek pagi-pagi datang memungut dan mengumpulkan paku lalu membuangnya ke tong sampah. Saya melihat begitu banyak paku bertebaran, saya kuartir paku-paku ini akan melukai kaki orang yang lewat juga anak-anak sekolah.” Kakek itu meski miskin namun hatinya peduli kepada sesamanya.

            Masih di Kota yang sama, sekitar tahun 1990-an, ada seorang pemuda perantau dari Medan, ia  membuka usaha jasa fotocopy, tempat usahanya kecil. Semangat untuk berdana selalu ada pada anak muda ini. Setiap tanggal 1 dan 15 Imlek, ia selalu ke Bio untuk sembahyang, tak  ia mendanakan 1 liter minyak sayur dan beberapa lembar uang ke kotak dana. Kini usahanya sudah berkembang pesat, bukan hanya usaha fotocopy lagi tetapi usaha percetakan dan keturunannya pun banyak yang sukses.

            Tindakan memberi merupakan sebuah ketulusan hati dalam meningkatkan keteguhan hati dan keimanan seseorang. Dengan memberi yang tulus maka seseorang diharapakan memberi tanpa adanya rasa pamrih. Ada tiga  alasan kuat bagi umat Khonghucu untuk memberi, yang pertama Huang Tian mencintai Kebajikan, orang termotivasi untuk memberi semata-mata karena kebaikan Tuhan dan yang kedua, karena hal pertama mereka ingin menolong orang yang membutuhkan dan yang terakhir untuk mengikis kesombongan diri.

Zi Gong bertanya, Seorang yang pada saat miskin tidak mau menjilat dan pada saat kaya tidak sombong, bagaimanakah dia?” Nabi Kongzi menjawab, “Itu cukup baik. Tetapi, alangkah baiknya bila pada saat miskin tetap gembira dan pada saat kaya tetap menyukai kesusilaan.” (Lun Yu I : 15)

Zi Xia berkata, “Mati hidup adalah Firman, kaya mulia adalah pada Tian Yang Maha Esa”. (Lun Yu XII : 5)

Artikel ini ditulis dalam rangka menyambut Hari Persaudaraan (二 四 升  安 ) menjelang Tahun Baru Imlek Tahun 2025


Pengusaha Roti Yang Dermawan

Penulis : Tan Sudemi

Tatkala Gwan Su diangkat sebagai menteri, ia diberi 900 takar beras, tetapi ia menolak. Nabi Kongzi bersabda,"Jangan menolak! Kalau engkau berkelebihan, berikanlah kepada tetangga-tetangga, orang-orang kampung, desa dan daerahmu." (Lun Yu VI:5)

Ada sebuah kisah yang menarik, sejak tahun 1988, saya mengenal sebuah toko roti di Kota Tangerang yang tak asing bagi masyarakat Tangerang. Roti dan es campurnya sangat terkenal. Sang pendiri usaha toko roti adalah seorang Ibu yang biasa disapa oleh warga sebagai engcim. Saat memulai usahanya di  Tangerang, usahanya masih tergolong kecil. Meski demikian ia, selalu membimbing anaknya dalam mengembangkan usahanya. Yang menarik adalah engcim ini selain sebagai wirausaha tapi dia memiliki jiwa sosial yang tinggi selaras dengan ajaran Agama Khonghucu yang diamalkan, rasa peduli kepada orang-orang yang berpenghasilan kecil. Setiap sore menjelang akan tutup toko, para tukang becak seperti biasanya menunggu dengan sabar sebab engcim akan membagi habis roti-rotinya kepada para tukang becak, roti-roti itu memang tak habis dijual. Engcim tidak menyesali, dia mensyukuri karena dia percaya Tuhan akan membuka jalan bagi usahanya yang lebih lapang. Para tukang becak secara tidak langsung menjadi marketingnya engcim, mengapa demikian? Para tukang becak selalu menceritakan kebaikan pemilik toko roti tersebut kepada setiap orang dan para tukang becak secara tidak langsung juga ikut mempromosikan toko roti tersebut kepada setiap orang yang mereka kenal dan mengarahkannya ke toko roti tersebut.

            Usaha toko roti tersebut berkembang pesat, banyak pesanan roti pada hari-hari pesta pernikahan maupun ulang tahun. Pepatah mengatakan kebaikan dan ketulusan seseorang akan dibalas oleh Tuhan seperti air yang mengalir pelan namun cabangnya ada dimana-mana. Toko itu mulai membuka cabangnya ke tempat lain di sekitar Pasar Anyar Tangerang. Meski usaha toko roti itu berkembang pesat, engcim tidak pernah meninggalkan kebiasaannya untuk saling berbagi kepada para tukang becak. Sekitar tahun 1990-an, disaat berkembang usaha itu dengan pesatnya, engcim itu meninggal dunia. Usahanya diteruskan oleh anak dan cucunya, namun keturunannya meninggalkan kebiasaan baik dari engcim. Sisa rotinya tidak lagi dibagikan kepada para tukang becak, melainkan sisa roti itu didaur ulang seperti di goreng dan itu untuk menambah penghasilan bagi usaha toko tersebut. Sejak memasuki era reformasi toko itu masih berkembang dengan baik meski mulai ada persaingan. Sekitar tahun 2007 toko itu mulai tersaingi dengan hadirnya sejumlah resto siap saji yang hadir di Kota Tangerang dan beberapa tahun kemudian toko itu akhirnya tidak pernah terlihat lagi namun toko roti itu meninggalkan kenangan bagi masyarakat Tangerang. Satu hal yang harus diketahui sekitar tahun 1996 toko roti itu berdampingan dengan sebuah supermarket yang mengalami kebakaran luar biasa, namun toko roti itu nyaris tidak terbakar.

Artikel ini ditulis dalam rangka menyambut Hari Persaudaraan (二 四 升  安 ) menjelang Tahun Baru Imlek Tahun 2025