Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Makna Pernak-Pernik Tahun Baru Imlek

Ditulis dari berbagai sumber oleh : Tan Sudemi
Bangsa Han dan Umat Ru Jiao merayakan hari-hari besar keagamaan yang memiliki berbagai nilai spiritual maupun berbagai tradisi budaya luhur yang telah berusia 5000 tahun, misalnya Tahun Baru Imlek, Cheng Beng (Qing Ming), Twan yang / bacang, Perayaan Kue Bulan. Di antara itu semua perayaan, Tahun Baru Imlek yang paling meriah. Berbagai aneka pernak-pernik unik yang memiliki makna di antaranya adalah 

Angpau
Kalau diterjemahkan, angpau berarti amplop merah. Warna merah adalah warna yang dipercaya dapat menangkal pengaruh jahat. Oleh karena itu hadiah uang tahun baru pun dimasukkan ke dalam angpau (dialek Hokkian) atau Hongbao (bhs.Han). di atas angpau biasanya dituliskan aksara-aksara keberuntungan. Angpau diberikan mereka yang lebih tua kepada saudara yang belum menikah atau kepada yang dituakan, seperti kakek dan nenek. Bagi yang memberikan, angpau merupakan simbol berbagi rejeki. Bagi yang menerima, angpau dilambangkan sebagai pembawa kebahagiaan untuk satu tahun ke depan.

Pohon Mei Hua
Mei artinya cantik dan hwa artinya bunga, jadi mei hwa bunga yang cantik. Karena kecantikannya, bunga asli dari Tiongkok ini dijadikan sebagai bunga nasional Tiongkok.  Ciri khas lain pada perayaan Imlek adalah bunga mei hua. Warnanya cantik, yaitu merah muda dengan sedikit keputih-putihan. Biasanya keluarga menghias pohon mei hua dengan angpau, lampion kecil, dan aksesoris berwarna emas. Pohon mei hua melambangkan keuletan, kebahagiaan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, orang percaya ketika bunga mei hwa mekar, harapan, kehidupan dan keberuntungan baru akan muncul.
Legenda Mei Hwa dimulai dari kisah, kakak beradik Da Jui (mulut besar) dan Da Shou (tangan besar) memiliki sifat bertolak belakang. Da Jui berusaha untuk menguasai harta sang adik dengan cara  mengusirnya.
Da Jui yang pemalas dan serakah memberikan sang adik bagian yang sedikit dengan 3 rumah sederhana, 10 hektar sawah tandus, seekor anjing dan kambing. Karena malas, harta Da Jui menipis hingga menjual keledai dan kudanya untuk membeli makanan.
Berbeda dengan Da Shou yang terus bekerja keras dengan dibantu anjing dan kambingnya mengerjakan sawah dengan tekun. Hasilnya Da Shou memiliki hasil yang berlimpah dan cukup cadangan makanan untuk melewati musim dingin.
Akibatnya Da Jui iri dan berniat untuk membunuh anjing dan kambing adiknya dengan cara menaburkan racun ke dalam makanannya. Mendapati kambing dan anjingnya mati, Da Shou kemudian berduka dan menguburkan kedua hewan itu di halaman belakang rumah mereka.
Saat memasuki musim semi tahun kedua, di atas makam tersebut tumbuh dua batang pohon kecil. Salah satu pohon tersebut menghasilkan emas, sedangkan yang lain menghasilkan perak. Sejak saat itu Da Shou menjadi makmur. Dari legenda itu masyarakat Tionghoa berupaya meneladaninya dengan memajang pohon mei hwa setiap perayaan Tahun Baru Imlek.

Kue Keranjang
Kue berwarna cokelat bulat ini dibuat dari tepung ketan dan gula. Disebut kue keranjang karena dibuat dalam cetakan berbentuk keranjang. Bentuk bulat dari kue ini memiliki arti agar keluarga yang menikmati hidangan kue keranjang bisa hidup bersama, penuh tekad dan rukun selalu dalam satu tahun mendatang.




Lampion
Lampion merupakan simbol kebahagiaan dan pengharapan karena itu setiap penggantian tahun mereka akan mengganti lampionnya dengan yang baru.
Tidak diketahui dengan pasti kapan dan bagaimana lampion mulai digunakan. Sebuah sumber menyebutkan penggunaan lampion telah ada sejak sekitar tahun 250 sebelum masehi sebagai alternatif penerangan yang lebih baik. Sumber lain menyebutkan, lampion digunakan untuk keperluan spiritual dan militer. Pahlawan perang Zhu Geliang disebutkan menggunakan lampion terbang untuk memberi tahu datangnya musuh .
Pada periode Dinasti Tang (618-907 M), lampion telah menjadi bagian dari budaya Tiongkok dan digunakan pada berbagai kesempatan.
Dewasa ini festival lampion telah menjadi tradisi di sejumlah tempat dikenal sebagai Festival Yuanxiao atau Shangyuan di Tiongkok, Festival Cap Go Meh di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Festival Yuen Siu di Hongkong serta Festival Tet Nguyen Tieu di Vietnam. Festival ini dilangsungkan pada hari ke 15 bulan pertama kalender Imlek atau hari terakhir perayaan Tahun Baru Imlek.
Tradisi memajang lampion di rumah-rumah, tempat umum seperti jalan, lorong atau taman sebagai simbol kebahagiaan.
Kehadiran lampion yang terbuat dari kertas dimulai sejak Tiongkok menemukan teknik pembuatan kertas oleh Cailun pada zaman Dinasti Han Timur.
Pada zaman Zhu Yuan Zhang, kaisar pertama sekaligus pendiri Dinasti Ming, yang menaklukan Nanjing pada tahun 1356 dan menjadikannya sebagai ibukota. Pada bulan pertama tahun 1372, ia memerintahkan memasang lebih dari 10 ribu lampion di atas sungai Qinghuai, sebagai penghormatan kepada prajurit dan warga yang tewas dalam perang. Hal tersebut menjadi awal mulai tradisi pertunjukan lampion di sungai buatan sepanjang 10 km tersebut.
Selain itu, konon pada zaman kuno di Tiongkok, setiap tahun pada permulaan tahun ajaran pada bulan 1 Imlek, sekolah-sekolah biasanya digantungi lampion-lampion yang disumbang oleh orangtua murid dan secara simblik dinyalakan oleh kepala sekolah atau guru. Hal ini mempunyai simbol agar murid-murid memiliki masa depan yang cerah sepanjang hidupnya.

Barongsai
Barongsai sering disalah artikan oleh orang awam. Kerap kali orang menganggap barongsai itu sama dengan tarian naga, padahal sebenarnya sangat berbeda, dari jumlah orang yang memainkannya saja sudah jelas. Di utara Tiongkok Barongsai biasanya ditarikan oleh 2 orang sedangkan di selatan oleh 3 orang. Para penari biasanya adalah para pelatih kungfu. Diiringi bunyi gendang dan tambur, seorang di antaranya memegang bola sutera atau alat lain untuk memadu tarian singa barongsai. Barongsai yang mirip singa itu melakukan bermacam atraksi, seperti menggaruk-garuk badannya, telinganya, melompat-lompat serta berguling-guling. Di selatan bahkan ada atraksi melompat tinggi. Sang barongsai dapat melompat sampai 2 atau 3 lantai tingginya, sambil mencaplok angpau yang digantungkan dari ujung sebatang galah.
Konon tarian barongsai berawal dari zaman Sam Kok alias Tiga Kerajaan. Di zaman dinasti Selatan Utara (Nan Bei), barongsai sudah popular. Kala itu pasukan dari Raja Song Wen Di kewalahan berperang dengan pasukan gajah dari Raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Seorang panglima perang Song bernama Zhong Que berkata: “Semua hewan takut pada singa, kalau begitu mengapa tidak kita coba menggunakan singa tiruan menghadapi mereka?” Lalu para prajurit diperintahkan meniru singa, lalu di medan laga digali lubang jebakan yang cukup lebar dan dalam. Ketika singa-singa tiruan itu berjalan menerkam pasukan gajah, para gajah yang ketakutan lari tunggang-langgang, satu per satu jatuh ke dalam parit jebakan yang telah dibuat. Hasilnya pasukan Song menang besar. Sejak itu tarian barongsai melegenda di masyarakat.
Di Tiongkok, tarian barongsai yang sangat terkenal bersal dari Kota Foshan, Propinsi Gungzhou. Konon di masa awal dinasti Ming di Foshan terdapat makhluk aneh yang sering melukai manusia maupun hewan ternak. Maka para petani membuat topeng singa dari kerangka bamboo dan kain yang diwarnai. Ketika makhluk aneh itu muncul, genderang dan tambur dibunyikan dan penari barongsai muncul membuat makhluk aneh terkejut dan kabur. Selanjutnya setiap tahun baru Imlek masyarakat pun memainkan barongsai untuk mengusir makhluk jahat atau siluman dan memohon keselamatan dan kesejahteraan.

Petasan
Petasan memiliki simbol yang dikaitkan dengan cerita rakyat yang berkembang pada waktu itu. Berdasarkan sejarah, Imlek digunakan oleh para petani untuk menyambut musim semi. Namun, pada saat musim semi itu konon datang binatang buas yang disebut nian dari gunung atau laut yang sering mengganggu manusia. Cerita lain menyebutkan makhluk tersebut dengan nama makhluk gunung. Makhluk gunung dipercaya tinggal di atas rumpun pohon bamboo dan hidup berkelompok dengan ciri fisik bertubuh pendek dan memiliki satu kaki. Selain memiliki wujud yang menakutkan, makhluk tersebut sering merebut hasil tanam para penduduk desa di sekitarnya. Untuk membuatnya takut dan pergi menjauh, para penduduk akhirnya membuat suara-suara keras dan mengejutkan. Berdasarkan legenda tersebut, masyarakat Tionghoa percaya bahwa setiap hari menjelang pergantian tahun akan muncul binatang buas yang memangsa apa saja. Dengan menyalakan petasan, tahun yang akan datang diharapkan bebas dari aura negatif dan jahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH