Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Tahun Baru Imlek dan Agama Khonghucu

Pada zaman Dinasti Han, Kaisar Han Wu Di yang memerintah pada tahun 140-86 SM mengganti sistem kalender dengan mengembalikannya pada sistem kalender Dinasti Xia, sesuai dengan anjuran Nabi Kongzi. Sebagai penghormatan terhadap Nabi Kongzi, maka tahun kelahirannya 551 SM ditetapkan sebagai tahun pertama. Dengan demikian, Tahun Baru Imlek adalah perayaan keagamaan umat Khonghucu.

Tahun Baru Imlek bagi penganut Agama Khonghucu merupakan hari raya keagamaan yang sangat penting, sakral dan bermakna. Karena jika ditinjau dari aspek sejarah, Imlek distandarisasi pertama kali pada zaman Dinasti Han (202 SM-220).

Berdasarkan perhitungan kelahiran Nabi Kongzi yang lahir  551 SM, hal ini bisa dilihat dari tahun Imlek yang jatuh pada saat ini adalah yang ke-2565, hitungan tersebut di ambil dari 2014+551=2565. Sedangkan jika ditinjau dari aspek sosial kemasyarakatan makna Imlek adalah semangat bersyukur kepada Tian Yang Maha Esa, semangat memperbaharui diri, kekeluargaan serta kebersamaan.

Klaim Imlek sebagai Tahun Baru orang Tionghoa adalah kenyataan yang tidak bisa dibantah, sebab begitulah kenyataannya. Hal ini juga berlaku bagi hari raya Cheng Beng, Phe Chun, Cap Go Meh dan sebagainya, yang  merupakan hari raya agama Khonghucu. Seperti halnya kalender Masehi yang semula merupakan perayaan umat Kristiani, tapi karena sudah internasional, semua orang kini ikut merayakannya.

Namun menurut para ahli, kenyataan tersebut terinspirasi dengan apa yang dikatakan oleh William McNaughton, “Hal-hal yang diajarkan oleh Khonghucu adalah peradaban yang sudah berabad-abad lamanya dipegang dengan sangat teguh oleh bangsa Tionghoa. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dikatakan Tiongkok adalah Khonghucu. Begitu juga halnya, Khonghucu adalah Tiongkok (Paul Strathen, Confucius in 90 minutes)”.

Seorang tokoh Melayu Tionghoa yang bernama Kwee Tek Hoay juga menyatakan bahwa semua orang Tionghoa adalah Khonghucu, sebab sebelum Tiongkok menjadi Republik, agama Khonghucu (Konfusianisme) merupakan sistem moralitas, kehidupan sosial-politk, dan religi seluruh masyarakat Tiongkok. Sehingga pengaruh Konfusianisme sangat mengakar dalam kehidupan orang-orang Tionghoa sampai abad 21 ini.

Bahkan beberapa ahli Barat menyimpulkan bahwa Konfusianisme merupakan “State Religion” bagi kerajaan-kerajaan Tiongkok Kuno. Juga diakui atau tidak, Konfusianisme sangat mempengaruhi cara berprilaku dan berpikir orang Jepang, Korea, Vietnam dan sebagainya. Korea dibawah Dinasti Chosun telah memproklamirkan diri sebagai “Negara Khonghucu”.

Di Indonesia juga konon ada catatan tidak resmi yang menyatakan bahwa dahulu hampir semua orang Tionghoa di Indonesia adalah Khonghucu, hal ini diperkuat dengan adanya Penetapan Presiden No.1 tahun 1965, Khonghucu diakui sebagai salah satu agama besar yang memiliki peranan dan sejarah dalam perkembangan Indonesia sehingga mendapatkan perlakuan yang sama dengan agama yang lainnya. Apalagi sebelum keluarnya Inpres No.14 Tahun 1967 yang sangat diskriminatif itu, dimana diterima atau tidak karena diskriminasi sosial dan birokrasi oleh Inpres tersebut telah menyebabkan banyaknya penganut Khonghucu yang eksodus. Mengutip Qurtuby dalam bukunya Arus Cina Islam Jawa “bahwa sejarah harus diungkap secara jujur, fairness dan terbuka meskipun terkadang pahit untuk dirasakan”.

Sehingga penetapan Imlek sebagai hari raya dikarenakan adanya pengakuan Khonghucu sebagai salah satu agama yang diakui di Indonesia (sesuai dengan sikap Perserikatan Bangsa-bangsa terhadap agama Khonghucu/Confucianism) dan sejarah di Indonesia membuktikan diantara organisasi-organisasi Tionghoa yang lainnya memang perlu diakui secara jujur dan terbuka bahwa MATAKIN-lah pionir (dengan bantuan Abdurrahman Wahid dan beberapa tokoh agama lainnya), yang sejak dahulu paling konsisten memperjuangkan persamaan hak-hak etnis Tionghoa dan agama Khonghucu pada khususnya walaupun dalam kukungan dan intimidasi rezim Orde Baru yan sangat diskriminatif.

Pemerintah Orde Baru melalui Inpres ((nstruksi Presiden) Nomor 14 Tahun 1967, kemudian melarang segala kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat Cina dilakukan di Indonesia. Inpres ini ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.477/74054/BA.01.2/4683/95, tanggal 18 November 1978, yang menyatakan bahwa agama yang secara resmi diakui oleh Pemerintah Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha, tanpa menyebut agama Khonghucu.
Inpres Nomor 14 Tahun 1967, yang memasung agama Khonghucu, dicabut oleh Presiden Abdurrahman Wahid melalui Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 6 Tahun 2000, tertanggal 17 Januari 2000. Sejak itu keberadaan agama Khonghucu di Indonesia secara resmi diakui kembali oleh Pemerintah Indonesia. Kemudian melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2001 tertanggal 09 April 2001, Tahun Baru Imlek diakui secara resmi sebagai Hari Raya Keagamaan Umat Khonghucu dan dinyatakan sebagai hari libur nasional.


“Seorang Junzi (Susilawan) terhadap persoalan di dunia tidak mengiakan atau menolak mentah-mentah. Hanya kebenaranlah yang dijadikan ukuran.” (Lun Yu. IV:10) 

print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH