Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Asal usul Prosesi Persembahyangan dan Do'a

Penulis : Ws,Tan Tjoe Seng

Dewi Nu Wa Bersembahyang Kepada "Kekuasaan Agung" (Tuhan Yang Maha Esa) dengan Persembahan Buah-buahan

Bersembahyang dan berdo'a kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau tumbuh berkembangnya angan-angan keagamaan ini telah dimulai pertama kali oleh Dewi Nu Wa yaitu adik dari Nabi Fu Xi (abad ke-30 S.M). Dewi Nu Wa bukan hanya telah berkenan memperkarsai dan menyusun peraturan-peraturan atau undang-undang tentang pernikahan yang mewajibkan calon mempelai putera memberikan kulit rusa kepada calon mempelai puteri sebagai barang tanda pernikahan bersama kakaknya melainkan juga mengajar bagaimana mengenal Tian dan bersujud kepada-Nya yakni perilaku susila yang sangat penting artinya bagi tata kehidupan rakyat.

Menurut dongeng kuno ketika itu dikisahkan tentang seorang menteri bernama Zhong Gong yang tidak puas oleh kebijaksanaan dalam pemerintahan lalu melakukan pemberontakan, namun pemberontakan itu telah dapat dipadamkan oleh Dewi Nu Wa. Dan karena putus asa Zhong Gong telah membenturkan kepalanya pada salah satu tiang atau kaki langit.

Hal tersebut diatas telah mengakibatkan langit miring ke sebelah barat laut, sedangkan bumi telah amblas oleh runtuhan langit yang menjadi retak di bagian tenggara. Peristiwa ini telah menimbulkan suara gempar dikalangan rakyat, timbul rasa gelisah dikalangan rakyat, dikarenakan pada waktu itu telah terjadi bencana alam dahsyat : air bah, angin topan dan banjir besar melanda kehidupan, dan bahkan konon telah terjadi burung-burung besar yang menyambar-nyambar orang-orang tua yang lemah.

Karena itu, "Bagaimana caranya Dewi Nu Wa dapat menyelamatkan rakyat dan negaranya? Kepada siapakah hendaknya beliau berharap dan memohon pertolongan?". Pada waktu itu belum dikenal sebutan kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa.

Beliau berpikir dan merenungkan beredarnya musim yang bergilir tetap, bergantinya siang dan malam, sore dan pagi, jalannya tertentu, hidupnya jenis tumbuhan yang ada kalanya bersemi dan tumbuh subur dan ada kalanya rontok yang sudah pasti silih berganti, semuanya hal yang menarik itu ternyata telah menimbulkan rasa kepercayaan atau keyakinan di dalam hati bahwa ternyata ada semacam "Kekuasaan Agung Yang Tidak Kelihatan" yang memegang kendali pemerintahan di bumi atau alam semesta ini. Oleh karena itu, "Kekuasaan Agung" itulah wajib dipermuliakan dengan dijunjung tinggi. Cara menjunjung tinggi "Kekuasaan Agung" itu harus dilakukan dengan sikap hormat berikut cipta yang sujud. Jadi pikiran inilah yang menjadi sebab mulanya angan-angan keagamaan atau bersembahyang dan berdo'a dan berkembang menjadi kebaktian.

Dewi Nu Wa ingin mencoba bersujud kepada "Kekuasaan Agung" tersebut. beliau akan bermohon supaya langit yang retak itu merapat kembali. Sekedar untuk menunjukkan atau pernyataan kebaktian kepada "Kekuasaan Agung" tersebut beliau merasa perlu untuk mempersembahkan sekedar barang hidangan, maksudnya selain sebagai pertanda hormat juga menunjukkan niat atau kemauan yang keluar dari hatinya yang tulus.

Ketika itu belum ada cara orang membuat kue dan masakan misalnya kue ku, hwat kwee (kue mangkuk), kue wajik dan lain sebagainya. Dewi Nu Wa telah memilih buah-buahan untuk barang sajian yakni buah pisang (cio), buah apel (lay) dan buah persik (tho) yang oleh beliau dipandang manis dan memberi rasa suka dan yang kemudian oleh Chong Kiat (Cang Jie) "Cio Lay Tho itu ditulis bermakna pula "Meminta Berkah Selamat". Demikianlah Dewi Nu Wa bersembahyang kepada "Kekuasaan Agung" atau "Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi pencipta dan pengatur semuanya itu" dengan menunjukkan segenap ciptanya yang bersih atau mengheningkan pikiran memusatkan cipta dan menyampaikan isi hati atau batinnya yang suci kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa.

Ternyata permintaan itu terkabul........seperti kata peribahasa, "Di mana ada kesujutan tiba, di situ pun besi dan batu dapat ditembus". Akan kejadian aneh ini oleh umum dijadikan buah tutur atau legenda, "Dewi Nu Wa memuja batu untuk menambal langit", padahal sebenarnya Dewi Nu Wa disamping bersembahyang kepada "Kekuasaan Agung" atau Tian beliau pun telah berusaha dengan membunuh naga hitam yang mengacau daratan dan menggunakan abu sejenis rumput untuk mengeringkan banjir. Demikianlah akhirnya Dewi Nuwa telah dapat menyelamatkan kehidupan rakyat dan negaranya. Dan demikianlah Dewi Nu Wa, melalui pikiran dan panca indera telah dapat membimbing rakyat mengenal Tian, Tuhan Yang Maha Esa melalui kebajikan Tian atau Kuasa-Nya.

Nabi Kong Zi bersabda, "Kemuliaan yang tidak berkesudahan seperti matahari, beredar dari timur ke barat dengan tidak berkesudahan, itulah Jalan Suci Tian, tidak berubah karena lamanya waktu itulah Jalan Suci Tian, dengan tanpa berbuat dan semuanya jadi itulah Jalan Suci Tian, kesempurnaan yang gilang gemilang itulah Jalan Suci Tian; seorang yang berperi cinta kasih ia tidak berbuat yang berlebihan, seorang anak yang berbakti ia tidak berbuat yang berlebihan, maka seorang yang berperi cinta kasih itu di dalam mengabdi kepada orang tua dan sesama manusia ia berbuat seperti mengabdi kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa ia berbuat seperti mengabdi kepada orang tua dan sesama manusia, maka seorang anak yang berbakti dapat menyempurnakan dirinya". (Li Jing XXVII:3).

Nabi Kong Zi bersabda, "Aku ingin tidak usah bicara lagi". Zi Gong bertanya, "Bila Guru tidak mau berbicara lagi, bagaimana murid-murid dapat mengikuti pelajaran?" Nabi Kong Zi bersabda, "Berbicarakah Tian, Tuhan Yang Maha Esa? Empat musim beredar dan segenap makhluk tumbuh. Berbicarakah Tian, Tuhan Yang Maha Esa?" (Lun Yu XVII:19)

Demikianlah Nabi Kong Zi menunjukkan bagaimana cara Tian, bekerja dan bagaimana hendaknya manusia dapat menelandani-Nya karena Kuasa Kebajikan Tian di dalam Firman-Nya telah mengarunia kemampuan  bagi manusia sebagai wujud Kasih Tian.
"Li, Kesusilaan, Peribadahan itu mengikuti Jalan Suci Tian Yang Maha Esa, untuk mengatur hidup rohani manusia. Maka yang kehilangan itu akan mati, dan yang mendapatkan itu akan hidup" (Li Ji IX:2).

Sebagai orang yang mengimani Ru Jiao, seringkali kita mengikuti upacara atau kebaktian pada hari besar mau pun kebaktian rutin tanpa mengetahui atau bahkan menyadari arti serta makna tata ibadah dalam agama kita. Hal ini sangat berpengaruh pada keyakinan iman kita. Apabila kita tidak mengetahui tata ibadah agama yang kita anut bagaimana kita bisa mengimaninya dengan benar? Mari kita simak bersama ayat-ayat suci yang berbunyi : "Beribadah itu jangan sesuatu yang datang dari luar, wajib dari tengah atau dalam diri tumbuh di hati, hati yang terketuk itu menjabar di dalam upacara. Maka orang yang bijaksana, di dalam beribadah di dukung oleh sempurnanya iman atau cheng dan percaya atau xin, mewujud di dalam perilaku satya atau zhong dan sujud atau gong" (Li Ji XXV:1)

Nabi Kong Zi bersabda, "Sungguh Maha Besarlah Kebajikan Gui Shen (Tuhan Yang Maha Rokh). "Di lihat tidak kelihatan, di dengar tidak terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanda Dia.
Demikianlah menjadikan umat manusia di dunia berpuasa, membersihkan hati dan mengenakan pakaian lengkap sujud bersembahyang kepada-Nya. Sungguh Maha Besar Dia, terasakan di atas dan di kanan kiri kita!
Di dalam Shi Jing (Kitab Sanjak) tertulis, "Ada pun kenyataan  Gui Shen, Tuhan Yang Maha Rokh, itu tidak boleh diperkirakan, lebih-lebih tidak dapat ditetapkan".
Maka sungguhlah jelas sifat-Nya yang halus itu, tidak dapat disembunyikan dari iman kita, demikianlah Dia. (Zhong Yong Bab XV:1-5)

Demikianlah penjelasan Nabi Kong Zi betapa Maha segalanya sifat Tian yakni Yuan=maha sempurna, Heng=Maha Tahu, Li=Maha Adil, dan Zheng=Maha Abadi Hukum-Nya dan bagaimana manusia beriman itu sampai atau dapat hormat atau sujud kepada-Nya.
"Maka seorang Junzi tidak boleh tidak membina diri, bila berhasrat membina diri, tidak boleh tidak mengabdi kepada orang tua, bila berhasrat mengabdi kepada orang tua, tidak boleh tidak mengenal manusia dan bila berhasrat mengenal manusia, tidak boleh tidak mengenal kepada Tian (Zhong Yong Bab XIX:7).
Demikianlah Nabi Kong Zi menyatakan kepada kita bahwa untuk dapat hidup benar dan memenuhi kewajiban hidup sebagai manusia itu harus selalu bersyukur dan mengenal Tian, Tuhan Yang Maha Esa.

Nabi Cheng Tang membagi-bagikan beras dan uang kepada rakyatnya lalu bersembahyang kepada Min Tian (Tuhan Yang Maha Kasih).

Raja Suci atau Shen Wang atau Nabi Cheng Tang, setelah beliau berhasil menumbangkan kekuasaan Xia Jie sebagai raja terakhir Dinasti Xia, kemudian beliau mendirikan Dinasti Shang atau Yin dan memerintah pada tahun 1766-1753 S.M. Raja Xia Jie adalah seorang kepala pemerintahan yang sangat lalim, dengan hanya hidup berfoya-foya memanjakan kekasihnya yang terkenal cantik tetapi tamak bernama Bwat Hie. Nabi Yi Yin adalah pembantu utama beliau yang suci dan bijaksana.

Alkisah, sejak beliau mulai menjalankan roda pemerintahan, negeri dilanda bencana musim kering yang teramat panjang, selama 7 tahun berturut-turut tidak pernah turun hujan. Meskipun demikian seluruh rakyat tidak sampai terancam keselamatannya, karena dengan bijaksananya beliau memerintahkan pembagian-pembagian bahan makanan maupun uang kepada seluruh rakyat yang telah disediakan sebelumnya. namun, akhirnya habis jugalah persediaan itu, sehingga hal itu menyebabkan kecemasan hati beliau yang selalu diliputi tanda tanya, apakah Tian tidak meridhoi kekuasaannya, karena kesalahan mendobrak kekuasaan raja Xia Jie ?.

Syukurlah Nabi Yi Yin  yang suci dan bijaksana itu selalu memberikan nasehat-nasehat mau pun dorongan semangat, agar beliau tetap bertabah hati dalam memegang tampuk pemerintahan.
Akhirnya beliau memutuskan untuk menyelenggarakan suatu upacara sembahyang besar kepada Tian, dengan maksud memohon keselamatan bagi rakyat maupun negara. Demikianlah untuk mempersiapkan diri, beliau tak segan-segan memangkas rambut dan kuku sebagai tanda kebangsawanan di Tiongkok pada waktu itu.
Ketika saat upacara telah tiba, dengan mengenakan pakaian yang berwarna serba putih dan mengendarai kereta yang dibela oleh beberapa ekor kuda berbulu putih pula, beliau menuju ketempat upacara sembahyang yang terletak di luar ibu kota.
Setibanya ditempat tujuan, mulailah beliau menjalankan upacara sembahyang dengan penuh hikmat, sambil meneliti diri sendiri dengan berbagai pertanyaan: "Apakah bencana ini akibat dari dosaku? Adakah kesalahan-kesalahan pada diriku? Apakah aku telah tunduk pada kecantikan, sehingga melupakan tugas kewajiban pada negara? Apakah aku telah menghambur-hamburkan keuangan  negara untuk kepentingan pribadi? Apakah aku telah membiarkan orang-orang memperbincangkan berbagai rencana buruk di istana?"

Di dalam Kitab Lun Yu XX : 3 ditulis, Ketika Cheng Tang melakukan sembahyang kepada Tian berkata, "Hambamu yang kecil Li, memberanikan diri mempersembahkan korban lembu hitam dan dengan ini memberanikan diri menyatakan kepada-Mu Tuhan Yang Maha Besar, bahwa kepada orang yang jahat itu hamba-Mu tidak berani mengelakan diri untuk tidak menghukumnya. Kebaikan maupun keburukan hamba, juga tidak berani hamba menyembunyikannya. Akan hal ini, Tian sendiri mengetahuinya. Kala hamba berdosa janganlah ditimpakan hukuman kepada segenap rakyat dan bila rakyat berbuat dosa biarlah dihukumlah ke atas diri hamba." (Shu Jing IV : 3)
Sementara itu, mendadak langit berubah menjadi gelap dan tak lama kemudian turunlah hujan bagai dicurahkan dari langit. Sejak saat itu, berakhirlah bencana alam yang nyaris merengut jiwa berjuta-juta rakyat.

Demkianlah ketaqwaan Raja Cheng Tang kepada Tian yang menjadi termasyur pula dengan kata-kata yang terukir pda pasu mandinya yang berbunyi sebagai berikut : "Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharuilah terus setiap hari dan berusahalah agar tetap baharu untuk selama-lamanya!" (Da Xue Bab II:1).
Itulah ajaran tentang membaharui diri "Ri Ri Xin" serta "Xin Min" yang bernuasakan seruan iman agar manusia selalu memperbaharui atau memperbaiki diri, membuatnya selalu terbina kembali kepada harkat suci kemanusiaan yang datang dari-Nya dan demikian hendaknya saat kembali kepada-Nya.
Ini beriring dengan panggilan pengamalan dalam hidup kepada sesama disertai usaha menciptakan lingkungan manusia (dari yang terdekat: keluarga hingga meluas menjangkau masyarakat, negara dan dunia seperti yang biasa kita laksanakan di dalam upacara sembahyang  Ji Si Siang Ang (Er Si Shang An) pada bulan 12 tanggal 24 Imlek dan Jing Hao Ping atau kebaktian kemasyarakatan pada tanggal 29 bulan 7 Imlek dimana di dalam sembahyang kepada Tian diiringi dengan berbuat bajik kepada sesama manusia karena dalam Jalan Suci kita berharap setiap insan yang datang dari dan kembali kepada Dia yakni Tian, Khalik Semesta alam.

Yan Zheng Zai dan Kong Shu Liang He bersembahyang kepada Tian memohon kelahiran Nabi Kong Zi

Kong Shu Liang He, seorang perwira negeri Lu yang terkenal kuat, gagah berani, setia dan sangat berbakti kepada Tian dan leluhurnya, pernah dirundung kesedihan karena belum memperoleh putera dari pernikahan beliau dengan Ibu Yan Zheng Zai. Oleh karena itu pada tahun 552 SM, mereka berdua sering mendaki gunung Ni Qiu melakukan puja dan do'a kehadapan Tian Yang Maha Kuasa, tempat orang menaruh harap, "Mohon dikarunia seorang putera yang baik dan mulia." Ternyata berkat do'a kedua orang tua Nabi tersebut telah dikabulkan oleh Tian dengan lahirnya Nabi Kong Zi pada tanggal 27 bulan 7 Imlek pada tahun 551 SM, yang telah dipilih oleh Tian sebagai Mu Duo-Nya (Tian Zhi Mud Duo), "Tian Jiang Yi Fu Zi Wei Mu Duo", Tian telah menjadikan Nabi Kong Zi sebagai Genta Rohani-Nya. (Lun Yu III : 23).

Nabi Kong Zi bersama dengan para siswanya berkenan melakukan upacara sembahyang seusai Beliau membukukan Kitab Wu Jing dipersembahkan untuk dunia dan dimohonkan berkat Tian, Tuhan Yang Maha Esa

Ketika Nabi berusia sekitar empat, lima tahun beliau biasa bermain-main bersama teman-teman sebaya di sekitar kediamannya. Ada suatu sifat istimewa pada beliau, di dalam bermain mempunyai kesukaan memimpin teman-temannya menirukan orang-orang melakukan upacara sembahyang. Kepada ibunda Yan Zheng Zai, beliau meminta beberapa buah alat sembahyang tiruan yang disebut Coo dan Too, dijajar-jajar di atas meja dan memimpin teman-teman itu seolah-olah sungguh-sungguh melakukan sembahyang. Coo adalah semacam kotak untuk menempatkan manisan dan Too ialah semacam mangkok. Keduanya adalah alat-alat dalam upacara sembahyang pada musim-musim tertentu pada zaman itu. Hal di atas menunjukkan sifat beliau yang sejak kecil sudah tertarik akan adat istiadat bersembahyang dan beribadah, suatu sifat yang lain sekali bila dibandingkan anak-anak kecil lain.

Suatu hari, ketika Nabi berusia 72 tahun, Cu He (Zi Xia) melapor, di luar gerbang Lo Twan ada sorot cahaya merah dan dari padanya nampak tulisan berbunyi, "Segera bersiaplah, sudah tiba waktumu Nabi Kong Zi, Dinasti Ciu (Zhou) akan musnah, bintang sapu akan muncul, kerajaan Qin akan bangkit dan terjadilah huru-hara. Kitab-kitab Suci akan dimusnahkan, tetapi ajaran-Mu tidak akan terputuskan.
Setelah melihat sendiri kejadian itu, maka disiapkan suatu altar untuk upacara sembahyang dan diletakkan Kitab-kitab Suci yang telah Beliau susun itu di atas meja sembahyang.
Dikumpulkan semua murid-murid, Nabi memimpin mereka bersama menghadap ke arah Bintang Utara melakukan sembahyang dan membongkokkan diri tiga kali. Nabi lalu mengacungkan pena yang lebih dahulu telah dicelupkan ke dalam tinta merah ke arah Bintang Utara serta bersabda, "Kini telah cukup Khiu (Qiu) menjalankan Firman Tian bagi manusia, Khiu (Nabi Kong Zi) pun telah menyelesaikan menyusun dan membukukan Kitab-kitab Suci ini. Bila telah tiba waktunya, Khiu telah bersedia kembali keharibaan Tian, Tuhan Yang Maha Esa."

Setelah selesai Nabi bersabda, maka nampak awan gelap di sebelah Utara yang tak lama kemudian berubah menjadi halimun putih, dan setelah buyar halimun putih itu, tampaklah pelangi dengan ke lima warnanya (pancawarna) yang indah. Sungguh di dalam Kebajian Tian berkena, oleh rakhmat dan kasih Tian pada akhirnya, Ru Jiao dan Ajaran-Nya itu kini  tidak hanya di anut dan dipelajari oleh umat Ru Jiao karena kaidah universal yang ada pada-Nya.

Tian mengasihi rakyat, apa yang diinginkan rakyat Tian pasti berkenan." (Shu Jing V.I.A:11)
"Yang sungguh-sungguh hormat memuliakan kebajikan, Do'anya kepada Tian akan dikaruniakan sebagai Firman." (Shu Jing V.XII:20)
"Tulus dapat dipercaya, cerah akan kebenaran, memuliakan kebajikan, akan beroleh pahala." (Shu Jing V.III:10).


Silakan baca Tian Tan
print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH