Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Untung Tak Dapat Di Raih Malang Tak Dapat Di Tolak

Penulis : Feng Meng Long (1574-1646)
Kita tersenyum ketika mendapat transaksi yang menguntungkan,
Kita berkeluh kesah ketika segalanya tidak seperti yang diharapkan,
Tetapi Tuhan menghendaki sebaliknya,
Pada akhirnya perolehan bisa menjadi kehilangan.


Belum lama berselang hidup seorang Qiang (Kuat), yang suka mengambil keuntungan kecil-kecilan dan melecehkan orang-orang yang lebih lemah dari dirinya. Ia begitu menakutkan dan mengerikan bagi tetangganya sehingga dirinya dipanggil Qiang Si Pengganggu. Suatu hari ia tengah berjalan-jalan santai di jalanan ketika melihat orang asing di depannya mengambil ikat pinggang tempat menyimpan uang yang tampaknya berat dari atas tanah. Yakin isinya penuh, ia bergegas maju dan menghalangi jalan lelaki itu sambil berkata, "Ikat pinggang itu milikku, ia jatuh dari pinggangku. Kembalikan padaku."

Orang asing dari luar kota itu berkata, "Tapi kau berjalan di belakangku, bagaimana mungkin terjatuh dari pinggangmu. Sungguh tak masuk akal !"
Melihat orang asing itu protes, Qiang, Si Pengganggu merampas ikat pinggang tersebut dan menangkap salah satu ujungnya. Saat orang asing itu terus memegangi ikat pinggang, Qiang Si Pengganggu juga terus menariknya. Kemudian beberapa tetangga berkumpul mengelilingi mereka dan bertanya apa yang terjadi, tetapi keduanya mengaku sebagai pemilik ikat pinggang itu, sehingga orang-orang itu tak bisa mengambil keputusan.

Seorang orang tua di antara mereka angkat bicara, "Percuma saja bilang kalian pemiliknya. Katakan pada kami ada apa di dalam ikat pinggang itu. Yang bisa  mengatakannya adalah pemiliknya yang benar."
Qiang Si Pengganggu menjawab dengan ketus, "Saya tak sabar bermain tebakan seperti itu! Ikat pinggang itu punya saya! Kembalikan pada saya dan semuanya beres. Bila tidak, saya akan bertarung nyawa denganmu!"

Mendengar kata-katanya saja penonton sadar ikat pinggang itu bukan miliknya. Di antara orang-orang, ada yang ingin menolong orang asing itu tapi takut pada Qiang. Kemudian salah satunya melangkah dan berkata kepadanya, "Tuan, tidakkah Tuan tahu siapa saudara Qiang ini? Ia orang yang berkuasa di kota ini. Kamu mengambil ikat pinggang ini dari atas tanah, jadi sangat mungkin bukan milikmu. Mengapa tidak berikan kepadanya saja sebagai hadiah dan berkenalan dengannya, itulah yang harus kamu lakukan.

Menyerah di bawah tekanan, orang asing itu berkata, "Kamu benar, ikat pinggang ini bukan milik saya. Tetapi uang harus didapat dengan cara yang benar, bukan dengan kekerasan. Karena kamu bermaksud baik dengan nasihatmu, izinkan saya membukanya dan melihat apa isinya. Jika ternyata benar sesuatu yang berharga, kita bagi tiga isinya. Sebagian untuk saya, sebagian untuk Saudara Qiang dan sebagian lagi untuk membeli beberapa cangkir arak untuk kalian semua sebagai hadiah."

"Itu sangat masuk akal," kata orang tua itu. "Saudara Qiang, tolong lepaskan ikat pinggangnya. Saya yang tua ini  akan menangani semuanya."
Orang tua itu membuka ikat pinggang tersebut dan melihat bungkusan kain. Di dalam bungkusan ini tampak dua batang besar perak seputih salju, terbungkus dalam beberapa lapis kertas. Masing-masing kira-kira 10 tail.

Perak-perak itu memesona Qiang Si Pengganggu. Dengan licik ia berkata, "Sayang sekali memecahkan perak-perak yang cantik ini menjadi tiga. Saya membawa beberapa keping perak pecahan bernilai beberapa tail. Tadinya uang itu akan saya belanjakan hewan pekerja. Biarlah uang itu saya berikan kepada pelancong ini dan saya akan mengambil perak batangannya." Usai berkata demikian, ia mengeluarkan tiga hingga empat bungkusan kecil dari pinggangnya, yang jumlahnya tak sampai empat tail, itu pun menurutnya sudah termasuk uang arak untuk mereka.
Si pelancong berkeras tak mau menerima. Ketika mereka melontarkan kata-kata pedas lagi, seorang penonton lain menyampaikan nasihatnya kepada pelancong, "Saudara Qiang bukan orang yang bisa Tuan ajak berlama-lama. Ambil saja uang itu, habis perkara!"

Orang tua tadi ikut bicara, "Tuan, ambil saja empat tail itu. Kami akan melupakan bagian kami. Kami bisa menikmati anggur kapan saja dengan uang sendiri. Dengan berkurangnya uang arak, kalian punya lebih banyak untuk berbagi di antara kalian berdua." Belum selesai bicara, Qiang Si Pengganggu telah mengambil dua perak batangan itu dari tangannya.
Pelancong itu tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengambil yang empat tail.

Qiang Si Pengganggu berkata lagi, "Meski saya tak punya perak pecahan lagi, mari kita semua pergi ke kedai arak di depan sana. Kedai itu milik saudara ipar saya. Saya sangat menghargai waktu yang telah kalian berikan. Mari kita minum di sana."
"Dalam hal ini," kata para penonton sambil tertawa, "si pelancong harus bergabung dengan kita  sehingga kita bisa berkenalan dengannya." Begitulah, 14 hingga 15 orang pergi ke kedai  arak Zhu Sanlang di ujung jalan dan mengambil tempat duduk di atas. Di situ, Qiang sibuk memesan arak dan makanan untuk menunjukkan koneksinya dengan pemilik kedai, sekaligus untuk merayakan tiga kebahagiaannya. Pertama, karena Qiang mendapat dua buah perak batangan yang besar secara cuma-cuma, kedua, karena ia berterima kasih pada para penonton atas bantuan mereka, ketiga, dirinya tidak terlepas dari rasa cemas dan bersalah jika tidak mentraktir mereka, karena selain telah mengambil keuntungan dari si pelancong, ia juga mengabaikan hak para penonton. Mereka makan besar. Semua orang makan dan minum hingga kenyang, dan tagihannya mencapai tiga tail perak, yang ditambahkan ke rekening Qianag Si Pengganggu atas permintaannya. Setelah itu mereka berpisah dan menempuh jalan masing-masing. Si pelancong yang kini sudah lebih kaya empat tail juga pulang ke rumah.

Dua hari kemudian, ketika Qiang Si Pengganggu hendak keluar membeli hewan pekerja, seseorang dari kedai arak saudara iparnya datang menagih pembayaran anggur. Karena tak ada perak pecahan lain di rumah pada waktu itu, ia pergi ke pandai perak untuk melebur perak yang dua batang itu, berharap keduanya punya nilai yang tinggi. Pandai perak membalik-balikkan batangan perak berulang kali, memeriksanya dengan teliti kemudian menimbang dengan tangannya dan bertanya, "Dari mana Anda mendapatkannya?"
"Dari transaksi," jawab Qiang Si Pengganggu.
"Kamu telah dikerjai, Saudara. Batangan perak ini di isi timah dan besi di bawah lapisan peraknya yang tipis."
Karena tidak percaya, Qiang memintanya untuk menghancurkan perak batangan tersebut.
"Jika saya menghancurkannya, jangan menyalahkan saya." Karena itu pandai perak mulai memahat salah satu perak batangan tersebut. Ia terus memukulkan palunya pada pahat, kemudian lapisan peraknya terkupas, memperlihatkan timah dan besi di dalamnya. Qiang Si Pengganggu tetap menolah memercayai apa yang disaksikan matanya.  Ia tidak pernah mengalami kerugian sebesar ini sebelumnya, tapi ia hanya bisa menyalahkan dirinya. Tak ada orang lain yang bersalah. Ketika ia duduk di dekat konter, menatap tertegun pada kedua perak batangan itu, orang-orang membanjiri kedai untuk melihat perak palsu. Komentar iseng mereka hanya menambah kemarahan Qiang. Ia hampir saja menemukan alasan untuk mengamuk ketika dua petugas polisi masuk. Sembari berteriak, mereka melemparkan rantai di lehernya sebelum ia bisa protes, dan mengambil perak palsu itu serta menggiringnya ke tempat lain. Apa yang terjadi adalah kas kabupaten telah menemukan beberapa batang perak palsu dari penarikan pajak dan polisi menyelidikinya diam-diam atas perintah bupati. Kedua perak batangan dari dalam ikat pinggang seseorang yang tidak dikenal itu kebetulan sama dengan yang ada di kas kabupaten. Karena itu polisi menangkap Qiang dan membawanya ke pengadilan daerah.

Setelah melihat perak batangan itu, hakim menyimpulkan bahwa Qiang adalah pejahat yang telah memalsukan perak tersebut dan tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan, ia didera tiga puluh pukulan batang bambu, kemudian dijebloskan ke dalam penjara, dan setiap hari sekali ia dituntut pembayaran untuk menebus kerugian yang diderita kas daerah. Untuk membayar tuntutan itu, Qiang Si Pengganggu tak punya pilihan selain menjual tanah miliknya kepada pemerintah. Pada saat yang sama, ia meminta seorang koneksi untuk menjelaskan kepada hakim tentang seluruh kejadian, bagaimana ia mendapatkan perak tersebut. Untuk menunjukkan sopan santun kepada orang yang memohon atas nama Qiang, hakim mengampuni Qiang dan memperkenankannya pulang, tapi kasus itu telah membuat Qiang menghabiskan lebih dari seratus tail perak. Kekayaan keluarganya yang tak begitu banyak telah ludes. Sebuah lagu dinyanyikan  di lingkungan rumahnya untuk mengejek dirinya :

Wahai Qiang Si Pengganggu,
Mari kuceritakan kebodohannya;
Ia mendapat dua batang besi,
Seratus tail perak lenyap dari tangannya.
Batang bambu menghujani dirinya seorang;
Pesta di kedai anggur dinikmati semua tetangga.
Jika ingin menghentikan kehilanganmu,
Perbaikilah kebiasaan  mengganggu.
Ubah namamu dari Tuan Kuat menjadi Tuan Lemah,
Jadilah Tuan Kehilangan bukan Tuan Keberutungan,
Jika masih mencoba menggertak tetangga,
Kutakut kau akan gemetar ketakutan!


print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH