Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

SISI LAIN DARI SEMBAHYANG DI BULAN CHIT GWEE

Dalam tulisan yang berjudul “Momentum Mewujudkan Laku Bakti” telah disinggung bahwasannya sembahyang pada bulan Chit Gwee, antara lain sebagai suatu momentum bagi umat Ru Jiao (Khonghucu) Indonesia untuk mengenal jati dirinya. Yang dapat mengantar dia untuk lebih mengetahui kewajiban-kewajibannya, baik sebagai makhluk ciptaan Tian, sebagai anak, sebagai orang tua, sebagai warga Negara, sebagai pemimpin masyarakat, maupun sebagai pemimpin Negara atau dunia.
Tulisan singkat ini akan melengkapi tulisan tersebut dengan menyimak sisi lain dari hakikat sembahyang di bulan Chiet Gwee yang secara popular disebut sebagai sembahyang Cioko atau Kheng Ho Peng. Sembahyang tersebut lazimnya dilaksanakan di kelenteng-kelenteng (Bio) dan Lithang.
Sampai dengan decade 50-an setelah usai upacara berbagai sesajen diperebutkan yang menjadikan sembahyang tersebut popular disebut sembahyang rebutan (Cioko). Diantara sesajen yang diperebutkan itu, dominan adalah beras selain buah-buahan, kue, mie instan dan lain-lain, yang dihimpun dari sumbangan para dermawan.
Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian rakyat di dunia. Di Negara di mana Ru Jiao (agama Khonghucu) tumbuh, stok beras pada saat memasuki musim rontok di bulan Chit Gwee mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah kala itu. Seperti tersirat dalam Kitab Mengtse VIB : 7,2 yang antara lain berbunyi : “….tiap musim rontok juga diadakan pemeriksaan untuk membantu yang hasil panennya kurang….”
Hal tersebut mencerminkan rasa tanggung jawab pemerintah atas kesejahteraan rakyatnya. Rasa tanggung jawab itu berkembang di kalangan masyarakat sehingga bagi mereka yang sudah mapan penghidupannya memberikan sumbangan yang disalurkan melalui kelenteng (Bio) atau Lithang pada saat melaksanakan upacara sembahyang umum penghormatan kepada para arwah (Kheng Ho Peng) di bulan Chit Gwee. Sembahyang ini merupakan upacara khusus, dalam mana do’a dipanjatkan kehadirat Tian agar para arwah mendapat kedamaian diharibaan kebajikan-Nya.
Cara yang konvensional dengan membiarkan orang-orang mengambil sendiri sesajen saat usai upacara yang menyebabkan terjadinya rebutan itu, secara berangsur diperbaiki. Kini tidak lagi terjadi rebutan karena sumbangan yang dihimpun untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan, diatur dengan system kupon. Yang pelaksanaannya pun masih perlu disempurnakan lagi karena masih terlihat ketimpangan dalam mana ada pihak yang membutuhkan hanya menerima sedikit sekali sementara pihak yang sudah agak mapan menerimanya jauh lebih banyak.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sebutan sembahyang Cioko tidak relevan lagi. Dan sesuai dengan hakikatnya maka sembahyang tersebut disebut sembahyang Kheng Ho Peng. Yang melalui upacara sembahyang itu tercermin rasa kesetiakawanan social. Sikap kesetiakawanan social merupakan suatu sikap hidup yang penuh solidaritas yang selalu dipupuk dan wajib diamalkan dalam kehidupan setiap umat Ru (Khonghucu) Indonesia. Terlebih lagi bagi mereka yang kondisi social ekonominya sudah mapan seperti yang dilakukannya dalam memberikan santunan pada setiap Cap Jie Gwee Jie Sie yang kita kenal sebagai Hari Persaudaraan atau Jie SIeSiang Ang itu.
Sebagai penutup mari kita simak ayat-ayat suci yang menyiratkan sikap kesetiakawanan social yang wajib kita amalkan itu, diantaranya ialah :

Dengan berpuasa, membersihkan hati, mengenakan pakaian lengkap, tidak melakukan yang tidak susila, kita dapat membina diri. Dengan menyingkirkan kaum penghasut, menjauhi foya-foya, tidak mengutamakan harta dan kemuliaan kebajikan, akan dapat menarik para bijaksana. Dengan memuliakan kedudukan, member gaji cukup, mengimbangi apa yang disuka dan dibenci manusia, akan dapat menganjurkan rakyat mengasihi orang tua.


Nabi Kongzi bersabda : “Seorang Jun Zi (kuncu) mengutamakan kepentingan umum, bukan kelompok. Seorang xiao ren (rendah budi) mengutamakan kelompok, bukan kepentingan umum”. (Lun Yu II : 14)

Zeng Zi menjawab : “Jalan suci guru, tidak lebih tidak kurang ialah satya dan tepasarira” (Lun Yu IV : 15,3).


Nabi Kongzi bersabda : “Tatkala Chek ke negeri Cee, kendaraannya dihela kuda-kuda yang tambun, ia mengenakan pakaian bulu yang ringan dan indah. Apa yang telah kudengar, seorang Junzi menolong kepada yang membutuhkan dan tidak menumpuk harta bagi yang telah kaya” (Lun Yu VI : 4,2)
Tatkala Gwan Su diangkat sebagai menteri, ia diberi 900 takar beras. Tetapi ia menolak Nabi bersabda : “Jangan menolak! Kalau engkau berkelebihan, berikanlah kepada tetangga-tetangga, orang-orang kampung, desa dan daerahmu” (Lun Yu VI : 5)
“Seorang yang berperi cinta kasih ingin dapt tegak, maka berusaha agar orang lain pun tegak. Ia ingin maju, maka berusaha agar orang lain pun maju” (Lun Yu VI : 30,3)
Mengzi berkata : “Orang yang lapar puas dengan segala makanan, yang haus puas dengan segala minuman. Hal itu bukan karena ia dapat merasakan makanan atau minuman itu benar-benar, melainkan ia sudah dirusak oleh lapar dan hausnya. Hanya mulut dan perut orang sajakah dapat dirusak lapar dan haus? Hati orang pun dapat dirusak secara itu. Kalau orang dapat membebaskan diri dari pengaruh lapar dan haus, ia tidak akan sedih hanya karena tidak dapat sama dengan orang lain” (Mengzi VIIA : 27)


Dengan melengkapi anggota tiap-tiap jawatan akan dapat menarik para pembesar tinggi. Dengan sikap satya, dapat dipercaya dan member gaji cukup akan dapat menarik para menteri bawahan. Dengan mengingat waktu dalam memerintah rakyat, meringankan beban pajak, akan dapat menarik hati rakyat. Dengan tiap hari melakukan pemeriksaan, tiap bulan melakukan pengujian dan menimbang pemberian tunjangan atas hasil pekerjaan akan dapat menarik beratus macam kaum ahli. Dengan mengantarkan mereka yang pergi, menyambut mereka yang dating, menghargai yang baik dan cakap serta menaruh simpati kepada yang tidak pandai, akan dapat merawankan hati orang yang datang dari tempat jauh. Dengan melanjutkan persembahyangan bagi mereka yang putus turunan, membangun kembali tempat-tempat yang hancur, menentramkan yang kacau, menolong yang berkesukaran, bersidang tepat pada waktunya, banyak memberi dan sedikit menerima, akan dapat mendatangkan rasa hormat di hati para pangeran.” (Zhong Yong XIX : 14).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH