Penulis : Tan Sudemi
Tatkala Gwan Su diangkat
sebagai menteri, ia diberi 900 takar beras, tetapi ia menolak. Nabi Kongzi
bersabda,"Jangan menolak! Kalau engkau berkelebihan, berikanlah kepada
tetangga-tetangga, orang-orang kampung, desa dan daerahmu." (Lun Yu VI:5)
Ada sebuah kisah yang menarik,
sejak tahun 1988, saya mengenal sebuah toko roti di Kota Tangerang yang tak
asing bagi masyarakat Tangerang. Roti dan es campurnya sangat terkenal. Sang
pendiri usaha toko roti adalah seorang Ibu yang biasa disapa oleh warga sebagai
engcim. Saat memulai usahanya di Tangerang, usahanya masih tergolong kecil.
Meski demikian ia, selalu membimbing anaknya dalam mengembangkan usahanya. Yang
menarik adalah engcim ini selain
sebagai wirausaha tapi dia memiliki jiwa sosial yang tinggi selaras dengan
ajaran Agama Khonghucu yang diamalkan, rasa peduli kepada orang-orang yang
berpenghasilan kecil. Setiap sore menjelang akan tutup toko, para tukang becak
seperti biasanya menunggu dengan sabar sebab engcim akan membagi habis
roti-rotinya kepada para tukang becak, roti-roti itu memang tak habis dijual.
Engcim tidak menyesali, dia mensyukuri karena dia percaya Tuhan akan membuka
jalan bagi usahanya yang lebih lapang. Para tukang becak secara tidak langsung
menjadi marketingnya engcim, mengapa
demikian? Para tukang becak selalu menceritakan kebaikan pemilik toko roti
tersebut kepada setiap orang dan para tukang becak secara tidak langsung juga
ikut mempromosikan toko roti tersebut kepada setiap orang yang mereka kenal dan
mengarahkannya ke toko roti tersebut.
Usaha
toko roti tersebut berkembang pesat, banyak pesanan roti pada hari-hari pesta
pernikahan maupun ulang tahun. Pepatah mengatakan kebaikan dan ketulusan
seseorang akan dibalas oleh Tuhan seperti air yang mengalir pelan namun
cabangnya ada dimana-mana. Toko itu mulai membuka cabangnya ke tempat lain di
sekitar Pasar Anyar Tangerang. Meski usaha toko roti itu berkembang pesat, engcim tidak pernah meninggalkan
kebiasaannya untuk saling berbagi kepada para tukang becak. Sekitar tahun
1990-an, disaat berkembang usaha itu dengan pesatnya, engcim itu meninggal dunia. Usahanya diteruskan oleh anak dan
cucunya, namun keturunannya meninggalkan kebiasaan baik dari engcim. Sisa rotinya tidak lagi
dibagikan kepada para tukang becak, melainkan sisa roti itu didaur ulang
seperti di goreng dan itu untuk menambah penghasilan bagi usaha toko tersebut.
Sejak memasuki era reformasi toko itu masih berkembang dengan baik meski mulai
ada persaingan. Sekitar tahun 2007 toko itu mulai tersaingi dengan hadirnya
sejumlah resto siap saji yang hadir di Kota Tangerang dan beberapa tahun
kemudian toko itu akhirnya tidak pernah terlihat lagi namun toko roti itu
meninggalkan kenangan bagi masyarakat Tangerang. Satu hal yang harus diketahui sekitar tahun 1996 toko roti
itu berdampingan dengan sebuah supermarket yang mengalami kebakaran luar biasa,
namun toko roti itu nyaris tidak terbakar.
Artikel ini ditulis dalam rangka menyambut Hari Persaudaraan (二 四 升 安 ) menjelang Tahun Baru Imlek Tahun 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMA KASIH