Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Confucius dan Hukum

Penulis : Fokky Fuad

Confucius adalah seorang filosof dunia yang mengajarkan nilai-nilai kebajikan dan moralitas.Masyarakat penganut ajaran nilai-nilai Confucius yang mengutamakan nilai moral (Li)cenderung untuk menyatu dengan alam. Penyatuan dan keselarasan hidup manusia dengan alam menjadikan masyarakat Confucius cenderung untuk menghindar dari konflik, baik konflik dengan sesama manusia maupun konflik dengan lingkungan alam.
Ajaran dari Filusuf Tiongkok ini menjadikan menjadikan masyarakat Tiongkok penganut Confucius untuk menolak bersentuhan dengan hukum. Penolakan tersebut tidak diartikan mereka sebagai masyarakat yang menentang hukum, melainkan mereka memiliki kecenderungan untuk mencari jalan damai dari setiap masalah yang mereka hadapi. Confucius sendiri bukanlah menciptakan sebuah ajaran agama yang baru, melainkan ia berupaya melestarikan sebuah ajaran moral Tiongkok yang telah hidup dan berkembang jauh sebelum Confucius sendiri lahir.
Ajaran Confucius merupakan ajaran yang diwajibkan bagi kalangan kekaisaran Tiongkok , khususnya sejak berkuasanya Dinasti Han. Ajaran Confucius diujikan bagi setiap calon pegawai kerajaan yang hendak mengabdi. Pada sisi lainnya masyarakat Tiongkok yang berasal dari kalangan bawah (lower level) cenderung untuk tidak memahami Confucius, mengingat ajaran tersebut tidak pernah mereka dapatkan, karena mereka hidup dengan kondisi ekonomi yang sangat sederhana dan tidak mengenyam bangku pendidikan.
Ajaran Confucius menjadi populer bagi peneliti barat, khususnya hukum, ketika para peneliti tersebut mencoba untuk melihat benturan antara Li (moral) dan Fa (hukum tertulis). Menurut Confucius, manusia akan menjadi benar, jika manusia menjunjung tinggi moral (Li) dalam setiap kehidupannya. Dengan menjunjung tinggi moral, maka manusia akan berada dalam kesempurnaan sehingga manusia tidak perlu lagi berpedoman pada hukum. Menurutnya hukum tertulis yang dibuat oleh para pembentuk hukum (kaum legalis) menjadikan manusia memiliki perilaku yang buruk. Hukum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang jahat, hukum menjadikan manusia bersikap tamak dan serakah. Manusia yang telah mencapai kesempurnaan moralitas tidak akan membutuhkan hukum dalam hidupnya. Pemikiran Confucius tersebut dilandasi oleh sebuah keyakinan bahwa pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan baik, sehingga ia karena terdapatnya atau telah tertanamnya moral dalam dirinya sejak manusia itu lahir.
Pendapat Confucius tersebut mendapat tentangan hebat dari Kaum Legalis, yang melihat bahwa sesungguhnya manusia dilahirkan dengan membawa watak dan sifat jahat. Manusia cenderung untuk senang sendiri, ia akan menjadi serigala bagi manusia yang lain. Pada keadaan yang demikian manusia harus diatur oleh hukum yang keras. Menurut kaum Legalis Raja memperoleh legitimasi kekuasaan dari Thian (Tuhan/Langit/Surga/Sesuatu yang berkuasa), dan ketika ia berkuasa maka ia dibekali odengan hukum untuk menundukkan sifat watak keras manusia, sehingga tidak ada satupun manusia yang akan menentangnya.
Pada saat ini pertempuran ideologis antara moral (Li) dan hukum (Fa) menjadi lebih liat dan menunjukkan sebuah perubahan. Masyarakat Tiongkok memandang pentingnya hukum dalam mengatur kehidupan manusia, akan tetapi hukum tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri melainkan ia harus selalu diselimuti oleh moral. Hukum akan menjadi baik dan benar ketika hukum diselimuti oleh nilai kebajikan moral. Sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi pembelajar hukum, dan pelaksana hukum untuk menyatukan moral dan hukum.
(Sumber : www.uai.ac.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH