Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Sembahyang Ching Bing untuk Arwah Umum

Kehadiran Tian, Tuhan Yang Maha Besar ditempat Yang Maha Tinggi dengan bimbingan Nabi Kong Fu zi, dipermuliakanlah Semoga beroleh kami kekuatan dan kemampuan menjunjung tinggi kebenaran dan menjalankan kebajikan.

Puji dan syukur kami naikkan, Tian, Tuhan Yang Maha Esa telah berkenan kami berhimpun bersama pada hari Ching Bing, hari Gilang Gemilang yang suci ini, melaksanakan upacara pengenangan dan penghormatan bagi arwah para leluhur, orang tua maupun saudara kami yang telah mendahulu. Kami panjatkan do'a kiranya Tian berkenan menerimanya di dalam cahaya kemuliaan kebajikan, sehingga damai dan tenteram yang abadi boleh besertanya.

Diperkenan pula kiranya kami naikkan hormat puji kepada yang kami hormati : Malaikat Bumi (Hok Te Ceng Sien) yang selalu menjadi perawat bagi kehidupan di semesta alam atau di atas dunia ini.
Dipermuliakanlah

Kehadapan yang kami hormati Hok Te Ceng Sien, kami naikkan hormat atas segenap kasih dan perawatan yang telah diberikan atas kehidupan di bumi ini maupun bagi arwah para leluhur, orang tua maupun saudara kami yang telah mendahului itu.

Penghormatan ini kiranya menjadi pendorong bagi kami untuk selalu berperi laku luhur dan mulia sebagai yang Tian firmankan serta yang dilambangkan oleh nama yang kami hormati, bahwa rakhmat (Hok) dan kebajikan (Tee) adalah merupakan kesatuan, kemanunggalan yang tak terpisahkan.
Dipermuliakanlah.

Para arwah leluhur, orang tua dan saudara kami yang telah jauh, pada hari Ching Bing, hari yang gemilang dan suci ini, terimalah hormat kami. Kami kenangkan bersama masa-masa lampau para leluhur yang telah serta sebagai peletak dasar peradaban dan penerus kehidupan ini.
Kami yakin, segala yang mulia itu telah terbit dan kebajikan, berbuah dari pengorbanan dan pengabdian para leluhur.
Sungguh, ini patut dan wajib kami kenang, kami hayati dan kami suri teladani sehingga menjadi pedoman dan teguh di dalam Iman menghadapi tantangan dan segenap kewajiban hidup kami.

Saat ini semuanya kami sajikan dengan setulus hati dan sepenuh kebajikan akan persembahan pernyataan bakti kami. Semoga, semua ini, para leluhur berkenan menerima sebagai pernyataan hormat dan kenangan suci kami. Kami yakin, Tian telah berkenan tempat yang sentosa bagi para leluhur dan para yang telah mendahului kami.
Dipermuliakanlah.
Sembah dan sujud ke hadirat Tian, semoga jauhlah hati dari segala kelemahan, dari keluh gerutu kepada Tian, dari sesal penyalahan kepada sesama, dapat tekun belajar hidup benar, dari tempat yang rendah ini menuju tinggi menempuh Jalan Suci. Teguhlah Iman, yakin Tian senantiasa Penilik, Pembimbing dan Penyerta kehidupan ini.
Shanzai.

Makna Hari Raya Ching Bing

Ching Bing artinya Terang dan Cerah Gilang Gemilang. Hari Ching Bing ialah hari suci untuk berziarah ke makam leluhur. Ada tiga saat penting untuk bersujud menyatakan bakti kepada leluhur, yakni : Hari Ching Bing, Hari Tiong Yang (15 Chiet Gwee) dan hari menjelang Tahun Baru Imlek. Khusus hari Ching Bing, upacara dilaksanakan di makam.

Hari Ching Bing biasa bertepatan dengan tanggal 5 April yaitu dihitung 104 hari setelah hari raya Tangce (22 Desember atau saat matahari terletak di atas garis balik 23½ derajat Lintang Selatan).

Berhubung kebiasaan umat Ru Jioa (umat Khonghucu) pada jaman kuno memakamkan jenazah di makam yang biasanya jauh dari kediaman, maka hari Ching Bing yang biasanya mempunyai cuaca baik, dihayati sebagai hari suci yang paling baik untuk berziarah ke makam leluhur.

Kewajiban berziarah ke makam leluhur pada hari Ching Bing sudah mempunyai sejarah yang tua, sudah dilakukan umat Ru Jioa (umat Khonghucu) jauh sebelum lahir Nabi Kong Zi. Ini terbukti adanya satu peristiwa yang terjadi kira-kira seabad sebelum lahir Nabi Kong Zi yang dihubungkan dengan saat Ching Bing yang diperingati sebagai Hari Raya Makan Dingin.

Pada jaman dahulu tiap menjelang Hari Ching Bing orang biasa makan dingin-dingin, sehari penuh tidak menyalakan api. Upacara ini untuk memperingati seorang menteri di negeri Cien yang ketika itu diperintah oleh Raja Muda Cien Hian Kong. Pada hari-hari tuanya, raja muda ini sangat dipengaruhi oleh salah seorang selirnya yang kemudian dijadikan permaisuri bernama Li Ki. Li Ki menginginkan agar putranyalah yang diangkat menjadi putra mahkota, maka ia telah melaksanakan suatu muslihat memfitnah putra mahkota yang bernama Sien Sing. Dengan muslihatnya yang licin ia telah menjadikan Cien Hian Kong percaya bahwa suatu saat Sien Sing berusaha meracuninya. Fitnah ini mengakibatkan Sien Sing yang sesungguhnya sangat berbakti dan mencintai ayahnya dan tidak mau membongkar rahasia jahat ibu tirinya itu, ia membunuh diri. Akibatnya, Cien Hian Kong makin percaya kepada Li Ki dan mencurigai putra-putranya yang lain.

Demikianlah beberapa putranya lari menyelamatkan diri keluar negeri. Salah seorang putranya bernama Tiong Ji, ia seorang yang pandai dan banyak dicintai menterinya. Salah seorang menterinya yang mengikuti dalam pelarian itu bernama Kai Cu Chui.

Dalam masa pelarian ini, Tiong Ji mengalami banyak penderitaan. Pernah sampai berbulan-bulan hanya makan daun-daunan hutan untuk menghindari mati kelaparan. Tiong Ji yang biasa hidup mewah, suatu saat ingin merasakan lezatnya daging, sayang menteri-menteri yang mengikutinya tiada yang pandai berburu untuk memenuhi selera itu. Melihat penderitaan dan keputus asaan tuannya itu, Kai Cu Chui yang setia itu telah dengan diam-diam mengiris daging paha sendiri lalu direbus dan disajikan kepada tuannya. Tiong Ji yang lapar dan ingin makan daging itu tanpa curiga melahap santapan itu, baru kemudian ia tahu bahwa yang dimakan itu daging kaki menterinya sendiri, yang kini menteri itu jalannya timpang. Lebih kurang 19 tahun Tiong Ji terlunta-lunta ke negeri Cee, Song, Cho dan Chien. Akhirnya dengan bantuan rajamuda negeri Chien, Chien Bok Kong, ida dapat pulang ke negeri Cien dan menjadi raja muda dengan gelar Cien Bun Kong. Semua menterinya berjasa dianugerahi kedudukan tinggi, hanya Kai Cu Chui terlupakan karena ia tidak muncul ke istana mengemukakan jasa-jasanya. Mengalami perlakuan demikian, Kai Cu Chui merasa tiada manfaatnya mengabdi lebih lanjut kepada Cien Bun Kong. Kewajibannya sebagai menteri telah dilakukan dengan setia. Oleh dorongan ibunya, ia meninggalkan ibukota dan hidup menyepi di pegunungan Bian San yang berhutan lebat. Salah seorang kawan Kai Cu Chui bernama Hai Tiang tidak rela melihat kenyataan ini lalu menulis sebuah sanjak dan ditempelkan pada pintu istana. Sanjak itu berbunyi :

adalah seekor naga, dari barat lari ke timur,
berapa banyak ular membantunya, berbuat pahala,
naga terbang naik ke langit, ular-ular mendapatkan guanya,
ada seekor, terlunta jatuh di gunung.

Membaca sanjak itu Cien Bun Kong sadar dan menyesali diri. Segera diperintahkan utusan mengundang Kai Cu Chui. Tetapi utusan itu dengan tangan hampa kembali. Hutan Bian San sangat lebat, sukar dijelajahi. Seorang menteri mengusulkan agar membakar hutan itu dengan harapan Kai Cu Chui yang sangat berbakti itu akan keluar menyelamatkan ibunya yang sangat dihormati dan dicintainya itu. Hutan dibakar sampai habis, tetapi tidak kelihatan bayangan Kai Cu Chui. Setelah api padam dan dilanjutkan usaha mencarinya, akhirnya ditemukan janazah Kai Cu Chui bersama ibunya disebuah gua di bawah sebatang pohon Yang Liu dalam keadaan telah hangus.

Mendapat laporan peristiwa itu, rajamuda itu merasa sangat menyesal, tetapi terlambat. Tahun berikutnya pada saat menjelang hari Ching Bing, Cien Bun Kong berpantang makan daging dan memberi amanat kepada rakyat agar pada hari itu tidak menyalakan api. Segala makanan dimakan dingin-dinginan. Demikianlah dilakukan tiap tahun.

Di bukit Bian San itu dibangun sebuah kuil untuk memperingati dan menghormati Kai Cu Chui. Demikianlah timbul upacara Hari Makan Dingin menjelang hari suci Ching Bing yakni memperingati seorang yang berjiwa suci, setia dan berbakti kepada orang tuanya.

Riwayat ini menunjukkan kepada kita bahwa upacara ziarah ke makam pada hari Ching Bing itu sudah mempunyai sejarah yang tua dan mengundang umat untuk berbakti. “Hati-hatilah pada saat orang tua meninggal dunia, janganlah lupa memperingati leluhur sekalipun yang telah jauh. Dengan demikian rakyat akan tebal kembali kebajikannya”. (Lun Yu I : 9).

print this page Print this page

1 komentar:

TERIMA KASIH