Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Akhir Kehidupan Nabi Agung Kong Zi

Pada saat itu Nabi Kong Zi telah mencapai usia enam puluh tujuh tahun, ketika orang-orang seusianya telah menikmati pensiun dengan bahagia, Beliau sendiri justru masih mencoba untuk memulai karirnya. Pada akhirnya, para murid Nabi Kong Zi di Lu memutuskan bahwa satu-satunya jawaban terbaik dalam masalah ini adalah memanggil pulang kembali guru mereka itu. Dengan demikian, tibalah saatnya bagi Nabi Kong Zi untuk menyudahi pengembaraannya. Akhirnya Nabi Kong Zi menjalani lima tahun terakhir hidupnya di Negeri Lu, negeri kelahirannya.

Sungguh merupakan tahun-tahun yang menyedihkan. Murid kesayangannya yang paling pandai diharapkan untuk dapat melanjutkan harapan-harapannya yaitu Yan Hui meninggal dunia. Peristiwa ini membuat Nabi Kong Zi sejenak mengalami keputusasaan “Akhirnya, tak ada lagi orang yang bisa memahamiku,” katanya kepada murid-muridnya yang masih ada.

Beliau khawatir bahwa prinsip-prinsipnya yang penting itu tidak akan tersampaikn kepada generasi yang mendatang. Lie, anak laki-laki satu-satunya, juga meninggal dunia.
Nabi Kong Zi menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya untuk membaca, menyunting dan menulis berbagai komentar karya-karya klasik Tiongkok serta berbagai karya yang berasal dari zaman peralihan Tiongkok.
Pada tahun 479 Sebelum masehi, pada usia 72 tahun, Nabi Kong Zi menghembuskan nafas terakhirnya. Para muridnya telah memberikan perawatan ketika Beliau sakit. Kata-kata yang terakhir yang direkam oleh muridnya Cu Lo, adalah : “Gunung yang dahsyat pun akan meletus, kayu yang kuat menjadi remuk, orang arif akan menjadi layu seperti tanaman.”

Nabi Kong Zi dimakamkan oleh murid-muridnya di kota Qu Fu, di dekat sungai Su Shui. Miao (Kuil) yang dibangun di tempat tersebut dan lingkungan yang ada disekitarnya, diperlakukan sebagai tempat suci. Selama lebih dari dua ribu tahun, tempat ini tak ada habisnya dikunjungi oleh para penziarah. Adanya jeda dari tradisi ini sebagai akibat munculnya komunisme, ternyata tak berlangsung lama. Akhirnya jeda tersebut bisa dikatakan sebagai akhir dari penyimpangan kecil akan budaya luhur Tiongkok yang telah mapan bahkan sebelum lahirnya Socrates dan Kristus.

Bila menyimak kata-kata terakhir Nabi Kong Zi, sebenarnya Beliau sangat sadar akan kebesarannya dirinya, tetapi Beliau tidak begitu yakin bahwa pesan-pesan yang dicanangkannya itu akan tetap abadi dalam namanya. Kekhawatiran Nabi Kong Zi cukup beralasan, karena sepeninggalnya para murid-murid yang diharapkannya itu tidak sepenuhnya mampu mempertahankan kemurnian dari ajaran-ajaran Beliau, ditambah dengan keadaan pada masa itu yang melahirkan banyaknya aliran berpengaruh pada kemurnian Agama Ru Jiao. Tetapi semua kembali teratasi, satu abad setelah wafat Nabi Kong Zi lahir seorang pandai bijaksana bernama Meng Zi atau Mencius, yang kemudian hari menjadi tokoh penegak Ru Jiao yang mulai 

diselewengkan. Dan dua abad setelah wafat Nabi Kong Zi, berdirilah Dinasti Han yang memapankan zamn keemasan pada Ru Jiao di Tiongkok. Sebagian besar pemerintahan yang dijalankan Dinasti Han sesuai dengan prinsip-prinsip Confucian. Prinsip-prinsip tersebut terbukti sangat sukses sehingga Dinasti Han bisa berlangsung selama lebih dari empat ratus tahun, lebih lama dibandingkan sebagian besar Kekaisaran Tiongkok lainnya. Dinasti ini telah memberikan teladan-teladan kultural yang diterapkan pula dalam dinasti-dinasti selanjutnya.

print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH