Bangsa-bangsa di Asia Timur, khususnya umat Ru Jiao (Khonghucu) yang kini telah menyebar ke seluruh penjuru dunia, meskipun dengan sebutan berbeda, merayakan tahun baru pada tanggal satu bulan satu Imlek. Tahun Baru Imlek yang selalu jatuh pada bulan baru, pada penanggalan Masehi selalu jatuh antara tanggal 21 Januari sampai 19 Februari atau antara saat hari Tai Han (Great Cold - saat terdingin) sampai dengan hari Hi Swi (Spring Showers - hujan musim semi).
Imlek adalah penanggalan yang berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi. Tanggal satu penanggalan Imlek selalu jatuh pada bulan baru dan tanggal 15 adalah bulan purnama. Karena waktu edar bulan mengitari bumi lebih kurang 291/2 hari, maka tiap bulan terdiri atas 29 atau 30 hari. Sedangkan penanggalan Masehi didasarkan pada peredaran bumi mengelilinngi matahari (Yanglek), yang mengutamakan pembagian bulannya sesuai dengan penggantian musim. Lama edar bumi mengelilingi matahari lebih kurang 365 hari.
Penanggalan Imlek juga dicocokan dengan penanggalan Yanglek, yang berarti mengutamakan keharmonisan, karena cocok untuk menentukan bulan baru dan purnama, sekaligus dapat pula untuk menentukan perggantian musim. Oleh karena itu, sebenarnya penanggalan ini kurang lengkap kalau hanya dinamakan Imlek, tetapi lebih tepat disebut Im-Yanglek. Untuk mencocokkan dengan penanggalan Yanglek (Masehi), tiap lima tahun diadakan dua kali bulan kabisat (lun gwee), sehingga dalam tahun itu ada 13 bulan.
Penanggalan Imlek yang kini memasuki tahun 2564, sesungguhnya telah dikenal ribuan tahun sebelum Nabi Kongzi lahir, pertama-tama dicatat telah digunakan pada zaman dinasti He (2205-1766 SM). Pemerintah yang berkuasa pada zaman dinasti Ciu (1122-255 SM) dimasa Nabi Kongzi hidup, menetapkan sistem penanggalan yang tahun barunya jatuh pada Kian Ciu (saat kejadian langit) atau tepatnya saat Tangcik (22 Desember). Nabi Kongzi, yang seluru hidupnya dicurahkan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat, merasakan penetapan penanggalan di atas kurang sesuai dengan kepentingan rakyat banyak yang waktu itu umumnya bertani. Oleh karena itu, ketika Nabi Kongzi ditanya bagaimana cara mengatur pemerintahan. Beliau bersabda,"Pakailah penanggalan dinasti He". (Lun Yu XV:11). Pada zaman dinasti Han (206 SM-220 M), tatkala Kaisar Han Bu Tee memerintah (140-86 SM). Sistem penanggalan dinasti He kembali digunakan sebagai penanggalan resmi negara sesuai dengan harapan Nabi Kongzi. Untuk menghormati Nabi Kongzi, maka perhitungan tahunnya dimulai sejak tahun kelahiran Nabi Kongzi, seperti Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal 10 Februari 2013 atau 1 Cia Gwee 2564, perhitungannya adalah 2013 ditambah 551 = 2564. Oleh karena itu penanggalan tersebut disebut juga sebagai Khongcu Lek.
Kegiatan Spiritual
Umat Ru Jiao memakai penanggalan Imlek untuk menentukan hari besar keagamaannya. Oleh karena itu, bagi umat Ru Jiao, perayaan Tahun Baru Imlek bukan sekedar melaksanakan tradisi, tetapi bermakna agamis.
SejakTancik (22 Desember - kecuali tahun kabisat, dimajukan satu hari) yang juga disebut sebagai Hari Genta Rohani dan secara nasional dikenal sebagai Hari Ibu. Umat Ru Jiao memperingati 3 peristiwa keagamaan. Pertama kemurahan Tian, Tuhan Yang Maha Esa atas peredaran musim dan pertumbuhan makhluk (lihat Lun Yu XVII:19,3), setelah musim panas dan musim rontok. Matahari pada posisi 23 1/2 derajat lintang selatan berada pada garis balik ke utara pertanda tibanya musim dingin. Kedua Nabi Kongzi meninggalkan Negeri Lu (lihat Lun Yu XVIII:6). Ketiga Sang Penegak (A Sing) Mengzi (371-289 SM) memenuhi panggilan suci, berpulang keharibaan Tian, Sang Pencipta.
Setelah itu sembahyang dilakukan kembali pda Ji Sie Siang Ang (Hari Persaudaraan) sebelum Tahun Baru Imlek. Bagi umat Ru Jiao yang kondisi sosialnya sudah mapan, berkesempatan untuk memberikan sebagai hartanya (lihat Mengzi III-A:4.10) kepada mereka yang membutuhkan sebagai perwujudan tenggang rasa terhadap keprihatinan mereka yang tidak dapat dengan gembira turut menyambut dan merayakan Tahun Baru Imlek akibat kondisi ekonomi. Maka seorang kuncu disaat makan ingat akan cinta kasih (Lun Yu IV:5.3). Karena manusia mempunyai rasa tidak tega terhadap sesama (Mengzi II-A:6.4) Yang berperi cinta kasih menggunakan harta untuk mengembangkan diri bukan mengabdikan diri untuk menumpuk harta (Da Xue X:20). Maka tersebarnya kekayaan akan menyatukan sesama manusia (Da Xue X:9). Pada hari ini pula dilangsungkan sembahyang mengantar kenaikan Malaikat Daput (Lun Yu II:13).
Sehari sebelum Sincia dilakukan sembahyang penutup tahun guna mempersembahkan puja dan puji atas berkah dan perlindungan-Nya sepanjang tahun. Juga sembahyang kepada arwah para leluhur sebagai perwujudan bakti sebab tanpa leluhur tidak akan ada kita di dunia ini. Dan pada tengah malam, saat cu si (23.00-01.00) kembali bersembahyang menyambut datangnya tahun baru Imlek.
selesai sembahyang menyampaikan hormat dan sungkem serta memohon maaf kepada suami/istri, kakak, famili dan para sahabat dengan mengucapkan 'Semoga murah rejeki, panajng umur, sehat sejahtera dan sukses selalu". Pada saat itu seorang anak berkesempatan untuk memohon ampunan dari orang tuanya dengan melakukan sungkem.(lihat Xioa Jing IX:5). Sedangkan terhadap saudara famili dan sahabat saling memaafkan karena sebab mermperbaiki kesalahan adalah sikap seorang kuncu (Zhong Yong XVIII:2).
Dengan demikian berarti melakukan pembaruan diri. Semangat pembaruan di hari Sincia tersirat dari busana baru yang dikenakan dan hal itu disiratkan dalam kitab Da xue II:2 dan Kitab Zhong Yong XVIII:3. Kue Keranjang (Nien Kao) merupakan sajian khas di hari Sincia yang tersusun lazimnya diletakkan di Meja Abu atau Altar Sembahyang. Nien berarti tahun, Kao mengandung arti kian tinggi. Maka kue tersebut merupakan simbol harapan tiap tahun semakin tinggi atau kian meningkat kondisi sosialnya.
Memasuki hari keempat setelah Sincia, sembahyang dilakukan untuk menyambut kembalinya Malaikat dapur (Co Kun Kong). Dapur merupakan salah satu bagian penting dalam rumah tangga. Disitu dilakukan semua kegiatan mengolah masakan untuk santapan keluarga. Oleh karenanya perlu dipelihara dengan baik dan harus selalu dijaga kebersihannya. Ada kepercayaan bahwasannya dapur harus menghadap ke arah timur karena unsur kayu terletar di timur. Sebab sebelum dikenal minyak tanah dan gas untuk memasak, kayu pada masa itu menjada andalan.
Pada keesokan harinya (Cee Go) melakukan ziarah ke makam orang tua dan atau leluhur. Kesempatan ini sering digunakan untuk reuni keluarga yang tinggal di tempat jauh, sekaligus merawat makam selain di hari Cheng Beng.
Sembahyang terbesar dilakukan pada hari kedelapan menjelang hari kesembilan yang dikenal dengan Keng Thi Kong (Sujud Kepada Tuhan) yang dilakukan pada saat Cu Si. Sembahyang ini diamanatkan dalam Kitab Lee Kie bagian Gwat Ling bahwa saat Lip Chun wajib melaksanakan sembahyang besar kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sembahyang ini wajib melakukan sam kui kiu kauw (tiga kali berlutut sembilan kali mencium bumi). Sebelum sembahyang wajib pula membersihkan diri (lihat Zhong Yong XV:3). Vegetaris bahkan kalau mungkin berpuasa. Karena pada saat itu penyerahan diri seccara total kepada Tian, Sang pencipta Alam semesta, memohon ampunan, karunia, berkah dan perlindungan-Nya dalam upaya membina diri menempuh Jalan Suci untuk mencapai pencerahan (lihat Zhong Yong XV:1-5)
Penutup
Kandungan nilai-nilai luhur makna Sincia yang religius itu berimplikasi pada ajaran dan upaya pembinaan diri mencapai pencerahan (lihat Da Xue U:1-7). Memenuhi kewajiban tersebut berarti mematuhi perintah agama yaitu proses menjadi seorang kuncu. harapan baru untuk meningkatkan taraf kehidupan ke tingkat yang lebih baik lagi, sebagai implementasi untuk menjadi rakyat baru (Da Xue II-2). tersirat dalam perilaku mengenakan busana baru dan tersajinya Nien Kao (kue keranjang). Tekad ini wajib terus dipelihara supaya baru selalu (Da Xue II:1) disertai dengan mawas diri untuk mengamalkan ajaran Nabi setiap hari (Lun Yu I:4).
Dengan demikian Sincia merupakan suatu momentum untuk melakukan pembaruan secara berkesinambungan dalam kerangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu mengembangkan sifat-sifat luhur dan mulia manusia kuncu, manusia yang paripurna yaitu sifat cinta kasih, kebenaran/keadilan, kesusilaan dan kebijaksanaan (Mengzi VII-A:21).
Semoga Tian senantiasa berkenan menilik, membimbinng dan menyertai perjalanan hidup kita semua sebagai bangsa Indonesia sehingga nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan ditumbuhkan kembali dalam semangat membaharui diri dan kita mampu melampaui dan mengelolah krisis dengan baik.
Shanzai.
Penanggalan Imlek juga dicocokan dengan penanggalan Yanglek, yang berarti mengutamakan keharmonisan, karena cocok untuk menentukan bulan baru dan purnama, sekaligus dapat pula untuk menentukan perggantian musim. Oleh karena itu, sebenarnya penanggalan ini kurang lengkap kalau hanya dinamakan Imlek, tetapi lebih tepat disebut Im-Yanglek. Untuk mencocokkan dengan penanggalan Yanglek (Masehi), tiap lima tahun diadakan dua kali bulan kabisat (lun gwee), sehingga dalam tahun itu ada 13 bulan.
Penanggalan Imlek yang kini memasuki tahun 2564, sesungguhnya telah dikenal ribuan tahun sebelum Nabi Kongzi lahir, pertama-tama dicatat telah digunakan pada zaman dinasti He (2205-1766 SM). Pemerintah yang berkuasa pada zaman dinasti Ciu (1122-255 SM) dimasa Nabi Kongzi hidup, menetapkan sistem penanggalan yang tahun barunya jatuh pada Kian Ciu (saat kejadian langit) atau tepatnya saat Tangcik (22 Desember). Nabi Kongzi, yang seluru hidupnya dicurahkan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat, merasakan penetapan penanggalan di atas kurang sesuai dengan kepentingan rakyat banyak yang waktu itu umumnya bertani. Oleh karena itu, ketika Nabi Kongzi ditanya bagaimana cara mengatur pemerintahan. Beliau bersabda,"Pakailah penanggalan dinasti He". (Lun Yu XV:11). Pada zaman dinasti Han (206 SM-220 M), tatkala Kaisar Han Bu Tee memerintah (140-86 SM). Sistem penanggalan dinasti He kembali digunakan sebagai penanggalan resmi negara sesuai dengan harapan Nabi Kongzi. Untuk menghormati Nabi Kongzi, maka perhitungan tahunnya dimulai sejak tahun kelahiran Nabi Kongzi, seperti Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal 10 Februari 2013 atau 1 Cia Gwee 2564, perhitungannya adalah 2013 ditambah 551 = 2564. Oleh karena itu penanggalan tersebut disebut juga sebagai Khongcu Lek.
Kegiatan Spiritual
Umat Ru Jiao memakai penanggalan Imlek untuk menentukan hari besar keagamaannya. Oleh karena itu, bagi umat Ru Jiao, perayaan Tahun Baru Imlek bukan sekedar melaksanakan tradisi, tetapi bermakna agamis.
SejakTancik (22 Desember - kecuali tahun kabisat, dimajukan satu hari) yang juga disebut sebagai Hari Genta Rohani dan secara nasional dikenal sebagai Hari Ibu. Umat Ru Jiao memperingati 3 peristiwa keagamaan. Pertama kemurahan Tian, Tuhan Yang Maha Esa atas peredaran musim dan pertumbuhan makhluk (lihat Lun Yu XVII:19,3), setelah musim panas dan musim rontok. Matahari pada posisi 23 1/2 derajat lintang selatan berada pada garis balik ke utara pertanda tibanya musim dingin. Kedua Nabi Kongzi meninggalkan Negeri Lu (lihat Lun Yu XVIII:6). Ketiga Sang Penegak (A Sing) Mengzi (371-289 SM) memenuhi panggilan suci, berpulang keharibaan Tian, Sang Pencipta.
Setelah itu sembahyang dilakukan kembali pda Ji Sie Siang Ang (Hari Persaudaraan) sebelum Tahun Baru Imlek. Bagi umat Ru Jiao yang kondisi sosialnya sudah mapan, berkesempatan untuk memberikan sebagai hartanya (lihat Mengzi III-A:4.10) kepada mereka yang membutuhkan sebagai perwujudan tenggang rasa terhadap keprihatinan mereka yang tidak dapat dengan gembira turut menyambut dan merayakan Tahun Baru Imlek akibat kondisi ekonomi. Maka seorang kuncu disaat makan ingat akan cinta kasih (Lun Yu IV:5.3). Karena manusia mempunyai rasa tidak tega terhadap sesama (Mengzi II-A:6.4) Yang berperi cinta kasih menggunakan harta untuk mengembangkan diri bukan mengabdikan diri untuk menumpuk harta (Da Xue X:20). Maka tersebarnya kekayaan akan menyatukan sesama manusia (Da Xue X:9). Pada hari ini pula dilangsungkan sembahyang mengantar kenaikan Malaikat Daput (Lun Yu II:13).
Sehari sebelum Sincia dilakukan sembahyang penutup tahun guna mempersembahkan puja dan puji atas berkah dan perlindungan-Nya sepanjang tahun. Juga sembahyang kepada arwah para leluhur sebagai perwujudan bakti sebab tanpa leluhur tidak akan ada kita di dunia ini. Dan pada tengah malam, saat cu si (23.00-01.00) kembali bersembahyang menyambut datangnya tahun baru Imlek.
selesai sembahyang menyampaikan hormat dan sungkem serta memohon maaf kepada suami/istri, kakak, famili dan para sahabat dengan mengucapkan 'Semoga murah rejeki, panajng umur, sehat sejahtera dan sukses selalu". Pada saat itu seorang anak berkesempatan untuk memohon ampunan dari orang tuanya dengan melakukan sungkem.(lihat Xioa Jing IX:5). Sedangkan terhadap saudara famili dan sahabat saling memaafkan karena sebab mermperbaiki kesalahan adalah sikap seorang kuncu (Zhong Yong XVIII:2).
Dengan demikian berarti melakukan pembaruan diri. Semangat pembaruan di hari Sincia tersirat dari busana baru yang dikenakan dan hal itu disiratkan dalam kitab Da xue II:2 dan Kitab Zhong Yong XVIII:3. Kue Keranjang (Nien Kao) merupakan sajian khas di hari Sincia yang tersusun lazimnya diletakkan di Meja Abu atau Altar Sembahyang. Nien berarti tahun, Kao mengandung arti kian tinggi. Maka kue tersebut merupakan simbol harapan tiap tahun semakin tinggi atau kian meningkat kondisi sosialnya.
Memasuki hari keempat setelah Sincia, sembahyang dilakukan untuk menyambut kembalinya Malaikat dapur (Co Kun Kong). Dapur merupakan salah satu bagian penting dalam rumah tangga. Disitu dilakukan semua kegiatan mengolah masakan untuk santapan keluarga. Oleh karenanya perlu dipelihara dengan baik dan harus selalu dijaga kebersihannya. Ada kepercayaan bahwasannya dapur harus menghadap ke arah timur karena unsur kayu terletar di timur. Sebab sebelum dikenal minyak tanah dan gas untuk memasak, kayu pada masa itu menjada andalan.
Pada keesokan harinya (Cee Go) melakukan ziarah ke makam orang tua dan atau leluhur. Kesempatan ini sering digunakan untuk reuni keluarga yang tinggal di tempat jauh, sekaligus merawat makam selain di hari Cheng Beng.
Sembahyang terbesar dilakukan pada hari kedelapan menjelang hari kesembilan yang dikenal dengan Keng Thi Kong (Sujud Kepada Tuhan) yang dilakukan pada saat Cu Si. Sembahyang ini diamanatkan dalam Kitab Lee Kie bagian Gwat Ling bahwa saat Lip Chun wajib melaksanakan sembahyang besar kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sembahyang ini wajib melakukan sam kui kiu kauw (tiga kali berlutut sembilan kali mencium bumi). Sebelum sembahyang wajib pula membersihkan diri (lihat Zhong Yong XV:3). Vegetaris bahkan kalau mungkin berpuasa. Karena pada saat itu penyerahan diri seccara total kepada Tian, Sang pencipta Alam semesta, memohon ampunan, karunia, berkah dan perlindungan-Nya dalam upaya membina diri menempuh Jalan Suci untuk mencapai pencerahan (lihat Zhong Yong XV:1-5)
Penutup
Kandungan nilai-nilai luhur makna Sincia yang religius itu berimplikasi pada ajaran dan upaya pembinaan diri mencapai pencerahan (lihat Da Xue U:1-7). Memenuhi kewajiban tersebut berarti mematuhi perintah agama yaitu proses menjadi seorang kuncu. harapan baru untuk meningkatkan taraf kehidupan ke tingkat yang lebih baik lagi, sebagai implementasi untuk menjadi rakyat baru (Da Xue II-2). tersirat dalam perilaku mengenakan busana baru dan tersajinya Nien Kao (kue keranjang). Tekad ini wajib terus dipelihara supaya baru selalu (Da Xue II:1) disertai dengan mawas diri untuk mengamalkan ajaran Nabi setiap hari (Lun Yu I:4).
Dengan demikian Sincia merupakan suatu momentum untuk melakukan pembaruan secara berkesinambungan dalam kerangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu mengembangkan sifat-sifat luhur dan mulia manusia kuncu, manusia yang paripurna yaitu sifat cinta kasih, kebenaran/keadilan, kesusilaan dan kebijaksanaan (Mengzi VII-A:21).
Semoga Tian senantiasa berkenan menilik, membimbinng dan menyertai perjalanan hidup kita semua sebagai bangsa Indonesia sehingga nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan ditumbuhkan kembali dalam semangat membaharui diri dan kita mampu melampaui dan mengelolah krisis dengan baik.
Shanzai.
Catatan: tulisan ini merupakan kombinasi antara
tulisan Bs.Tjandra R.Muljadi dengan judul Sinchia sebagai
Momentum Membaharui Diri dan tulisan Bs. Chandra
Setiawan dengan judul Makna Tahun Baru Imlek 2551 oleh
Uung Sendana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMA KASIH