Dikisahkan Kembali oleh : Tan Sudemi
“Mengabdi kepada siapakah yang terbesar? Mengabdi kepada orang tua itulah yang terbesar. Menjaga apakah yang terbesar? Menjaga diri itulah yang terbesar. Orang yang tidak kehilangan dirinya dan dapat mengabdi kepada orang tuanya, aku pernah mendengar. Tetapi orang yang kehilangan diri dapat mengabdi kepada orang tuanya, aku belum pernah mendengar.” (Mengzi IVA:19)
“Mengabdi kepada siapakah yang terbesar? Mengabdi kepada orang tua itulah yang terbesar. Menjaga apakah yang terbesar? Menjaga diri itulah yang terbesar. Orang yang tidak kehilangan dirinya dan dapat mengabdi kepada orang tuanya, aku pernah mendengar. Tetapi orang yang kehilangan diri dapat mengabdi kepada orang tuanya, aku belum pernah mendengar.” (Mengzi IVA:19)
Laku bakti ialah pokok kebajikan,
daripadanya ajaran agama berkembang, karena itu, menjaga, merawat dan
menggembangkan semangat berbakti merupakan tangga menunaikan kewajiban hidup
manusia sebagai makhluk ciptaan Tian, Tuhan Yang Maha Esa.
Hidup manusia bukan sesuatu yang tanpa
makna, kehadiran manusia di dunia ini mengemban Firman Tian yang wajib
ditegakkan dan diwujudkan di dalam hidup ini. Hidup manusia wajib mampu
mencerminkan kebesaran dan kemuliaan Tian dan boleh menerima berkah-Nya.
Di dalam menegakkan Firman,
menggemilangkan kebajikan dan mengamalkannya, Agama Ru menunjukkan dan
membimbingkan agar dimulai merawat semangat dan melaksanakan laku bakti. Ini
adalah landasan dasar yang paling dasar dan manusiawi karena hidup manusia
mengemban Firman, lahir di dunia ini adalah lewat orang tua dan leluhurnya,
maka selalu ingat dan taqwa terhadap Tian, tidak melupakan orang tua dan
leluhur adalah sikap hidup tidak melupakan yang pokok, yang diberkahi Tian.
Lewat orang tua manusia menerima hidup
jasmani dan rohaninya, dari orang tua, manusia menerima kasih, menerima budi,
menerima bimbingan hidup yang pertama, hubungan anak dengan orang tuanya adalah
hubungan yang paling wajar, murni dan suci. Laku bakti adalah lading yang
paling baik untuk membina diri, menggemilangkan kebajikan, menempuh Suci.
Dibawah ini kami ceritakan kisah tokoh
teladan sepanjang masa umat Ru Jiao, diantaranya Raja Suci Shun dan Min Sun alias
Zi-Qian atau Cu Khian.
Shun
Hikayat Shun, terdapat di dalam Shu Jing
yakni bagian Shu Jing I, Tang Shu, Shu Jing II Yu Shu dan Nabi Agung Kong zi
dan Sang Penegak Ru Jiao, Meng zi, memuji Raja Suci Shun sebagai tokoh teladan,
yang sering disebut-sebut di dalam kitab Shi Shu.
Pada zaman dahulu, 23 abad SM, hidup
seorang bernama Shun dari Negeri Gi, nama sebutannya Tiong Hwa (dialek
Hokkian); ibu tiri dan ayahnya bernama Ko-so (dialek Hokkian), prilakunya sangat kejam, tidak berperi cinta kasih. Adik
tirinya yang bernama Xiang (Chiang-dialek Hokkian), juga seorang yang sombong
dan pemalas, tidak mempunyai rasa cinta kepada saudaranya.
Adapun Shun itu adalah seorang putera
yang dipenuhi semangat berbakti dan mencintai saudara, maka Tian Yang Maha
Pengasih telah berkenan kepadanya. Diriwayatkan di dalam hikayat, pada saat
Shun bekerja keras meluku sawah di kaki gunung Li, datanglah seekor gajah
membantunya, burung-burung pun membantunya menebar benih.
Ibu Shun meninggal ketika beliau masih kecil.
Ayahnya yang buta batin menikah lagi dan Shun tumbuh dengan ibu tiri dan adik
tirinya. Ibunya yang baru adalah wanita jahat dan egois, ia memperlakukan Shun
dengan jahat bahkan memberi dorongan anaknya, Xiang, untuk menyakiti abang
tirinya. Ia juga berencana jahat untuk mempengaruhi suaminya yang buta batin
untuk membenci Shun dan berupaya menyingkirkannya.
Pada suatu ketika, dia membuat suaminya
mengirim Shun untuk memperbaiki atap rumahnya. Sementara Shun di atas atap, dia
menyuruh orang mengambil tangganya dan membakar rumah itu. Shun hampir tak bisa
menyelamatkan diri.
Pada kesempatan lain, Shun disuruh
memasuki sumur baru. Ketika Shun masih berada jauh di dalam sumur yang baru
digali, ayah dan adiknya melemparkan tanah untuk menguburnya hidup-hidup. Tapi
Shun menggali dengan sekuat tenaga dan keluar melalui tembusan lain.
Meskipun demkikan perbuatan mereka yang
jahat, tidak menyusahkan Shun yang baik hati dan pemaaf, yang selalu tetap
berbakti dan mencintai adiknya.
Suatu ketika Shun mengetahui bahwa
petani-petani di kaki gunung Li selalu bertengkar dan berkelahi tentang tanah
mereka dan miliknya. Hasilnya timbul rasa benci dan curiga banyak orang di desa
tersebut. Shun merasa bahwa pertengkaran demikian dan penderitaan itu tidak
perlu terjadi. Beliau menemui para orang desa dan berusaha sebaik-baiknya
menjelaskan nilai perdamaian dan tindak perkelahian yang bodoh. Melalui usaha
Shun para petani mulai mengerti apa nilai dan arti persahabatan dan prinsip
memberi-menerima. Dengan keharmonisan kembali, pertanian meningkat dan
orang-orang desa menikmati hidup tenang dan bahagia.
Pada tempat lain, pertengkaran dan
perselisihan antara kaum nelayan sering terjadi dan perseteruan menjadi lebih
buruk tiap hari. Shun merasa berkewajiban untuk menolong mereka menyelesaikan
perbedaannya. Beliau berusaha membuktikan bahwa keadaan meningkat dengan
membuat mereka sadar akan pentingnya kepercayaan dan keterbukaan dalam bergaul
dengan orang lain. Melalui inisiatif Shun, rasa baik memenangkan hati
masyarakat nelayan.
Shun juga bekerja dengan tukang pot di
lembah. Di bawah pengaruhnya orang-orang hidup damai dan serasi. Sebagai
hasilnya, kualitas barng-barang dari tanah meningkat.
Pada waktu itu,
Sungai Kuning yang besar sering banjir menyebabkan kerusakan atas kekayaan dan
kesengsaraan kepada rakyat. Yao berjuang mengatasi banjir Sembilan tahun tanpa hasil. Sadar bahwa ia menjadi tua,
Raja Suci Yao memutuskan untuk mencari orang yang lebih muda, lebih
bersemangat, untuk menggantikannya. Terlintas padanya bahwa anaknya dapat
menggantikannya, namun beliau tahu bahwa anaknya tak teguh dan mudah marah,
beliau akhirnya memutuskan tidak menyerahkan tahtanya kepada putranya, beliau
tak ingin rakyatnya hidup menderita di bawah raja yang tidak bijaksana. Beliau
memutuskan untuk mengalihkan tahtanya kepada orang yang piawai dan bijak, yang
mampu memerintah demi kepentingan rakyat.
Raja Suci Yao mengetahui bahwa Shun
adalah anak yang berbakti dan dicintai serta dihormati semua orang. Beliau
memutuskan untuk memberikan anak muda itu kesempatan untuk membuktikan
sifatnya. Raja Suci Yao, memberikan kedua anak perempuannya untuk dinikahkan
kepada Shun dan mengirimnya untuk mengurus berbagai macam permasalahan Negara.
Inilah caranya menguji kepemimpinan Shun. Shun baru berusia 30 tahun waktu itu.
Seperti kita lihat, Shun bukan saja,
raja baik hati dan peduli, beliau juga bekerja keras dan tidak egois. Maka tak
heran, beliau memenangkan hati rakyat dengan mudah. Dua puluh delapan tahun
Shun di bawah penilikan Raja Suci Yao membantu pemerintahan. Ternyata Shun
telah dapat melakukan tugas-tugas yang sukar dan berat, dalam pekerjaan itu
Shun didukung dan dicintai rakyat, maka Shun diangkat menjadi calon pengganti
Raja Suci Yao.
Nabi Kong zi bersabda, “Adapun yang
menyebabkan Raja Shun itu besar bijaksananya ialah : ia suka bertanya dan
meneliti kata-kata yang sederhana sekalipun. Yang buruk disembunyikan dan yang
baik diluaskan. Dengan mengambil kedua ujung tiap perkara dan menetapkan
tengahnya, beliau mengatur rakyat. Demikianlah sebabnya ia terkenal sebagai
Raja Shun.” (Lun Yu V : I)
Wan Zhang bertanya, “Sun ketika
mengerjakan sawah, sering menangis dan berseru kepada Tian. Mengapakah ia
menangis dan berseru demikian?”
Meng zi menjawab, “beliau menyesali diri.”
Wan Zhang berkata, “Kalau dicintai ayah
bunda, dalam kegembiraan tidak boleh melupakan diri, kalau dibenci ayah bunda,
meskipun harus bersusah payah, tidak boleh menyesalinya. Mengapakah Sun
menyesal?”
“Chang Xi pernah bertanya kepada Gong
Ming Gao, ‘Hal Sun mengerjakan sawah, saya telah mendengar penjelasan dengan
mengerti; tetapi hal beliau menangis dan berseru kepada Tian Yang Maha Pengasih
serta ayah bundanya, saya belum mengerti.’ Gong Ming Gao berkata, ‘Sungguh,
engkau tidak mudah mengerti.’ Menurut Gong Ming Gao, hati seorang anak yang
berbakti sungguh berat kalau sampai tidak mendapat cinta orang tuanya. (Sun
tentu berpikir). ‘Saya dengan sekuat tenaga membajak sawah, inilah wajar bagi
seorang anak. Tetapi kalau ayah dan bunda sampai tidak mencintai diri saya,
orang macam apakah saya ini?”
“Setelah raja (Yao) menyuruh 9 orang
putera dan 2 orang puterinya beserta para pembantunya, menyediakan lembu,
kambing dan gudang-gudang harta untuk melayani Sun di tengah sawah, para siswa
di dunia juga dating kepadanya. Raja menginginkan beliau membantu mengatur
dunia untuk kemudian mewariskan tahta kepadanya; tetapi karena belum dapat
bersesuaian dengan ayah bundanya, beliau masih merasa sebagai seorang miskin
yang tidak mempunyai tempat kediaman untuk pulang.”
“Disukai oleh para
siswa di dunia adalah keinginan setiap orang; tetapi hal itu belum dapat
meredakan kesedihannya. Keelokan wajah adalah keinginan setiap orang, beliau
telah beristerikan kedua orang puteri raja (Yao); tetapi hal itu belum juga
meredakan kesedihannya. Kekayaan adalah keinginan setiap orang, beliau sudah
memiliki kekayaan di dunia ini; tetapi hal itu tidak cukup pula meredaka
kesedihannya. Kedudukan tinggi ialah keinginan setiap orang, kedudukannya sudah
sebagai raja; tetapi hal itu belum cukup juga untuk meredakan kesedihannya.
Disukai para siswa, beristerikan elok, kaya dan berkedudukan tinggi ternyata
semuanya itu belum dapat meredakan kesedihannya; karena
menurut beliau, hanya setelah dapat
bersesuaian dengan ayah bunda, barulah dapat lepas dari kesedihannya.
Biasanya orang pada waktu muda selalu
terkenang kepada ayah bundanya, setelah mengenal keelokan wajah, ia rindu
kepada kekasihnya; setelah berumah tangga, ia terkenang kepada anak istrinya
dan setelah memangku jabatannya terkenang kepada rajanya; bahkan kalau tidak
mendapatkan raja yang besar rasa baktinya, sepanjang hidupnya akan tetap
terkenang kepada ayah bundanya. Dalam usia 50 tahun masih terkenang kepada ayah
bundanya, hal itu kulihat nyata pada diri Shun Agung.” (Meng zi. VA: 1-5)
Min
Sun (Bien Sun) alias Zi Qian (Bien Cu Khian)
Ia orang Negeri Lu,
15 tahun lebih mudah dari Nabi Kong zi menurut Shi Ji, tetapi menurut catatan
yang lain dikatakan 50 tahun lebih muda. Ketika ia pertama menghadap Nabi Kong
zi, diceritakan ia Nampak seperti orang kelaparan tetapi kian lama kian penuh
keyakinan dan kepuasan. Ketika Zi Gong betanya kepadanya penyebab perubahan
itu, ia menjawab, “Saya dating dari tengah-tengah penderitaan dan keraguan saat
pertama menghadap Guru, Beliau melatih semangat saya memiliki rasa bakti dan
bersuri teladan kepada raja-raja suci kuno, saya merasa gembira dengan ajaran
Ru ini, tetapi ketika saya, pergi keluar dan melihat orang-orang yang menjadi
penguasa dengan paying dan panji kehormatannya dan kemegahan yang dimilikinya,
saya juga merasa senang dengan apa yang Nampak itu. Dua perkara ini menjadikan
dada saya terguncang. Saya tidak dapat menentukan mana yang lebih saya sukai
dan karena itu, saya nampak murung tetapi kini ajaran Guru telah meresap dalam
batin saya, kemajuan saya juga mendapatkan bantuan suri teladan kawan-kawan.
Kini saya tahu apa yang harus saya ikuti dan apa yang harus saya hindari dan
segala kemegahan dalam kekuasaan tidak lagi bermakna bagi saya, semuanya itu
hanya seperti debu di tanah. Inilah yang menjadikan saya penuh keyakinan dan
kepuasan.” Zi Qian diberi penilaian oleh Nabi Kong zi. Ia dinilai memiliki
kesucian dan semangat berbakti, di dalam Buku Dua puluh empat anak-anak
berbakti (Er Shi Si Xiao) ia termasuk salah satunya. Di Miao untuk Nabi Kong zi
kedudukannya ditempatkan
yang pertama sebagai murid yang
tergolong bijaksana (Xian Ren) setelah Si Pei. Ia diberi gelar Xian Xian (orang
bijak terdahulu).
Di dalam Buku Dua Puluh Empat anak-anak
berbakti, dikisahkan Min Sun alias Bien Cu Khian, “Mengenakan Pakaian Buruk
Mematuhi Ibu Tiri”.
Min Sun atau Bien Cu Khian adalah salah
seorang murid Nabi Kong zi, hidup pada zaman Chun Chiu, Dinasti Zhou (Ciu).
Dinasti Ciu berlangsung dari tahun 1122 SM sampai dengan 255 SM. Sejak usia
muda ibunya telah meninggal dunia, karena itu ayahnya menikah lagi dan
mendapatkan dua orang putera lagi.
Ibu tiri ini sangat mencintai anak
sendiri, maka tiap datang musim dingin dibuatkan pakaian tebal dari kapas, ia
membenci anak tirinya, maka pada musim dingin hanya dibuatkan pakaian dari
kapuk yang tidak dapat menahan dingin. Biarpun demikian, Min Sun tidak pernah
menggerutu.
Suatu hari ayah Min Sun menyuruhnya
menyaisi kereta karena akan berpergian ke rumah temannya; karena udara sangat
dingin, Min Sun menggigil dan tidak dapat menguasai kereta. Ia jatuh dan
terobeklah pakaiannya. Ayah Min Sun heran dan memeriksa sebab musababnya,
ketahuanlah kecurangan isterinya. Ia marah dan segera pulang serta merta
langsung akan menceraikan dan mengusir isterinya.
Sungguh mengherankan, Min Sun dengan
bercucuran air mata memohonkan maaf atas kesalahan ibu tiri itu dengan berkata,
“Ayah, janganlah ibu disuruh pergi. Bila ibu masih ada di sini, hanya ada satu
anak yang kedinginan, tetapi bila ibu pergi dari sini, aka nada tiga orang anak
yang akan kedinginan.”
Mendengar kata-kata Min Sun itu, ibu
tiri itu sangat terkesan hatinya dan menyesali akan kesalahannya dan ingin
memperbaikinya. Demikianlah oleh semangat bakti dan cinta kepada saudara,
keluarga Min hidup damai, bahagia dan sejahtera.
Yang dapat melaksanakan kebajikan ialah
Gan Yan, Bien Cu Khian, Jiam Pik Giu
dan Tiong Kiong. ….. (Lun Yu XI : 3)
Nabi bersabda, “Sungguh berbakti Bien Cu Khian. Apa yang dikatakan orang
lain dan apa yang dikatakan orang tua dan saudaranya tiada bertentangan.” (Lun
Yu XI : 5).
Seorang pembesar di Negeri Lo ingin
membangun gudang panjang yang sangat besar.
Bien
Cu Khian
berkata, “Kurang baikkah gudang panjang yang lama? Mengapakah harus dirombak?”
Nabi bersabda, “Orang ini biasanya tidak suka bicara, maka pembicaraannya
kali ini kiranya tepat.” (Lun Yu XI : 15)
Sumber pustaka :
1. Si Shu Wu Jing
2. Kumpulan Ceritera Anak-Anak Berbakti,
SGSK SAK XXXIII No.08 tahun 1989
3. Jalan Suci Yang Ditempuh Para Tokoh
Sejarah Agama Khonghucu II, SGSK No.27 tahun 2004
4. Riwayat Hidup Para Murid Nabi Kongzi,
SGSK No.29 tahun 2006
terima kasih
BalasHapus