Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Ibu Tiri Tidak Selamanya Kejam

Pada akhir masa Negara Berperang, negara Qi adalah satu-satunya negara yang tidak ikut pusaran peperangan karena letaknya yang paling timur. Keadaan negara Qi lebih tenang dibandingkan enam negara lainnya sehingga rakyat bisa hidup tenang. Saat itu di kotaraja Qi hiduplah seorang duda bernama Song Er yang ditinggal mati oleh istrinya ketika melahirkan putra mereka. Putra itu diberi nama Dan.

Sesuai tradisi masa itu, seorang duda diharapkan segera menikah lagi. Maka pria itu menikah lagi dengan seorang gadis muda. Nyonya Song yang baru ini ternyata menyukai anak-anak dan ia merawat Song Dan dengan baik. Song Dan yang masih kecil menganggap nyonya itu sebagai ibunya sendiri. Song Er sangat gembira menyaksikan istri baru dan putranya bisa berhubungan baik. Apalagi tidak lama kemudian nyonya Song melahirkan seorang putra yang diberi nama Qing.

Sayang kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama.Song Er, sakit keras. Ia sadar hidupnya tidak lama lagi maka ia memanggil istrinya untuk menyampaikan pesan terakhir.
"Saya harap kamu menjaga anak-anak kita. Song Dan memang bukan anak kandungmu, tapi saya berharap kamu bisa berlaku adil", kata Song Dan.
"Suamiku, saya akan memperlakukan Song Dan seperti anakku sendiri", kata nyonya Song.

Song Er meninggal dunia tidak lama kemudian dalam usia yang masih muda. Janda dan dua anak yang ditinggalkannya memang tidak hidup kaya tapi cukup layak. Song Dan dan Song Qing tumbuh menjadi dua anak yang berbakti dan pandai serta saling mengasihi. Nyonya Song sangat gembira melihat kedua anak itu bisa hidup rukun.

Beberapa tahun kemudian, Song Dan dan Song Qing sudah cukup besar untuk membantu pekerjaan ibunya. Mereka mengambil air dari sungai untuk persediaan minum setiap harinya. Suatu hari mereka berdua berpapasan dengan seorang berandalan yang mengganggu mereka. Meskipun kecil tapi Song Dan dan Song Qing berani melawan sang berandalan. Malang bagi mereka karena tidak sengaja Song Dan memukul kepala berandalan itu hingga tewas. Kedua kakak beradik itu sangat ketakutan.

Para pengawal pengadilan datang dan menangkap mereka berdua. Hakim menanyakan siapa yang telah melakukan pembunuhan. Kedua saudara itu saling melindungi satu sama lain. Song Dan mengaku dirinya yang membunuh sedangkan Song Qing juga berkata ialah pembunuhnya. Sidang menjadi sulit karena tidak ada saksi yang melihat. Pengadilan menjadi berlarut-larut sehingga berlangsung sampai setahun hingga akhirnya dilimpahkan ke meja perdana menteri. Kasus ini akhirnya ditangani sendiri oleh bangsawan penguasa negara Qi.

Sang perdana menteri berniat membebaskan kakak beradik Song tapi penguasa negara Qi mencegah. Ia takut bila kedua anak itu dibebaskan maka hukum negara Qi akan dianggap remeh. Sang perdana menteri lalu mengusulkan agar menghukum keduanya tapi penguasa negara Qi menganggap tidak baik menghukum yang tidak berdosa. Jalan terakhir adalah memanggil nyonya Song untuk mengambil keputusan bagi anak-anaknya.

Nyonya Song menghadap pengadilan dengan berlinang air mata. Kasus ini ditangani perdana menteri dan penguasa negara Qi sendiri sehingga mengundang perhatian rakyat. Gedung pengadilan penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyaksikan.
"Nyonya Song, salah satu dari putra anda telah bersalah membunuh. Kami tidak dapat memastikan siapa yang bersalah karena keduanya saling melindungi. Sekarang nyonya putuskan sendiri siapa yang akan dihukum", kata perdana menteri.
Nyonya Song teringat janji di depan pembaringan terakhir suaminya.
"Song Qing yang akan dihukum", kata nyonya Song gemetar. "Bukankah, Song Qing anak yang lebih muda?! Bukankah biasanya ibu lebih sayang kepada yang lebih muda dan tanggungjawab diberikan kepada yang lebih tua?!" seru penguasa negara Qi terkejut.
"Hamba mempunyai alasan sendiri", kata nyonya Song. 
"Jelaskan"
"Hamba dulu menikah dengan mendiang suami ketika Song Dan sudah lahir. Meskipun ia anak tiri, tapi hamba sudah menganggapnya sebagai anak sendiri. Hamba juga berjanji kepada mendiang suami untuk selalu menjaga. Hamba tidak bisa mengorbankan Song Dan untuk menyelamatkan anak hamba sendiri", jawab nyonya Song.

Jawaban nyonya Song ini menggetarkan seluruh yang hadir. Penguasa negara Qi dan perdana menteri bahkan tidak sanggup berkata-kata dan hanya saling berpandangan. Akhirnya penguasa negara Qi bangun dari kursinya dan menghampiri nyonya Song. Ia meminta sang nyonya untuk bangun dari berlututnya.
"Saya sangat kagum dengan rasa keadilan nyonya. Saya membebaskan kedua anak nyonya. Saya yakin mereka tidak bermaksud membunuh", kata penguasa negara Qi.

Nyonya Song sangat berterima kasih atas kebijaksanaan penguasa negara. Akhirnya ibu itu bisa berkumpul kembali dengan kedua putranya. Kebaikan hati dan kebijakan nyonya Song telah menyelamatkan keluarganya dari kehancuran dan kematian.

print this page Print this page

1 komentar:

TERIMA KASIH