Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Guru Agung Bermarga Kong

Yang pertama sekali memperkenalkan nama Konfusius di Eropa dalam lafal Latin adalah seorang rahib Jesuit asal Italia, Matteo Ricci namanya. Lafal itu berasal dari kata Kong Fu Zi atau Kong Fu Tzu, juga sering disebut Kung Fu Tze. Nama aslinya adakah Kong Qiu, dikenal juga sebagai Zhong Ni. Fu Zi atau Qiu dalam bahasa Tiongkok Kuno artinya guru. Kong Fu Zi atau Kong Qiu berarti Guru Kong atau Guru bermarga Kong. Sapaan ini oleh murid-muridnya menyatakan penghormatan yang tinggi kepada Konfusius.

Menurut tradisi, Konfusius lahir pada tahun 551 SM di negara bagian Lu, sekarang wilayah Chu-fu, di Provinsi Shandong, pada hari ke-27 bulan lunar ke-8. Di sejumlah negara Asia Timur hari lahir Konfusius diperingati setiap tanggal 28 September. Di Taiwan hari itu dijadikan Hari Guru, merupakan hari libur nasional.

Konfusius hidup di zaman Dinasti Zhou, dinasti yang paling panjang memerintah di Tiongkok, sekitar 800 tahun lamanya. Beliau berasal dari keluarga birokrat berpangkat rendah yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur warisan nenek moyangnya. Konfusius sudah yatim di usia 3 tahun dan piatu di umur 17 tahun ketika ibunya juga berpulang. Kepahitan ini sangat mempengaruhi hidupnya dan ajaran-ajarannya kelak.

Kehidupan yang pahit dan miskin di masa kecil itu mengajarinya untuk tekun belajar dan berusaha keras mendalami hal-hal yang diperlukan untuk hidup. Salah satu metode belajarnya adalah ketelitiannya memperhatikan dan meniru perilaku orang-orang terhormat di sekitarnya. Konfusius punya rasa ingin tahu yang sangat besar dan otak yang amat cerdas, dan mungkin karena itulah ia digambarkan punya kepala dan mata yang lebih besar daripada rata-rata orang Tiongkok.

Ibunya Gurunya
Guru pertama Konfusius adalah ibunya sendiri. Sang Ibu mengajarinya enam pelajaran pokok meliputi: ritual atau upacara, musik, memanah, menunggang kuda, berhitung dan kaligrafi. Ibunya memasukkannya ke sekolah tetapi cuma tiga tahun saja karena Konfusius merasa pelajaran sekolah terlalu mudah, tidak sesuai dengan kebutuhan intelektualnya. Ibunya kemudian membawa Konfusius kecil kepada kakeknya untuk mendapatkan pelajaran lanjutan. Sejak itulah pengetahuannya tentang enam pelajaran pokok tadi semakin mendalam.

Masih remaja, Konfusius sudah matang kepribadiannya, santun dan bijaksana perilakunya. Kesenangan dan ketekunannya belajar menjadi bagian utama dari nasihat-nasihatnya kelak. Karena itulah ia juga disebut sebagai filsuf dan ahli pendidikan yang otodidak.

Menikah di usia 19 tahun dengan Qiquan, seorang gadis dari keluarga bangsawan setempat, berbagai pekerjaan telah ditekuni sebelum berkarir sebagai pejabat kecil di kota Cheng, di bawah pengawasan Mengsun Xie, untuk mengurusi lumbung pada dan pajak hasil bumi.

Beliau segera membuat perbaikan guna mengatasi masalah klasik perpajakan, petugas suka menarik pajak lebih besar dari yang ditentukan. Konfusius membuat sistem insentif. Mereka yang membayar sebelum jatuh tempo, diberinya diskon 10 persen. Yang bayar tepat waktu dapat diskon 5 persen, tetapi jika terlambat maka harus bayar 10% lebih banyak. Bagi yang tak mau bayar pajak, tanahnya disita dan diserahkan kepada yang bersedia mengolahnya.

Di sisi  lain, orang yang tak mampu membayar karena gagal panen misalnya, maka ia harus membuat laporan dan mengajukan permohonan untuk dibebaskan dari pajak.
Dengan adanya perbaikan itu, pajak masuk lebih lancar dan rakyat merasa tidak terbebani. Hal ini membuat pimpinannya, Mengsun Xie, merasa puas. Nama Konfusius pun semakin dikenal sebagai orang benar, berintegritas tinggi dan bijaksana.

Karir Konfusius maju pesat, beliau diserahi tanggung jawab atas pertanian dan perternakan. Segera ia mencanangkan visi dalam jabatan barunya : tanaman subur dan ternak gemuk. Dan ini betul-betul menjadi perhatian utamanya.

Beliau naik jabatan terus hingga berumur 60 tahun. Puncaknya, beliau diangkat menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Kehakiman. Sebelumnya, Konfusius pernah menjadi walikota Zhong Du, sekitar 30 km dari ibukota Lu. Intrik politik sangat parah di sini karena perdana menterinya tidak cakap, sehingga kota yang subur itu terbenam dalam kemelaratannya.

Konfusius mengawali reformasinya dengan terjun ke masyarakat guna menyerap aspirasi mereka. Dari sana beliau menyusun program pembaruan untuk membawa rakyat kepada kehidupan yang lebih baik. Beliau mengangkat pegawai yang jujur dan taat hukum, sedangkan yang tak cakap diturunkan pangkatnya, dan yang korupsi dimasukkan ke penjara.

Kepiawaiannya mengajar memperlancar reformasinya, Beliau tampil sebagai guru moral bagi rakyat dengan nasihat-nasihat dan keteladanannya. Dalam tiga bulan saja Konfusius berhasil mengubah moralitas Kota Zhong Du. Rakyat hidup dalam tatanan yang dibangun Konfusius : yang muda menghormati orangtua dan yang tua memperlakukan orang muda dengan kebajikan dan cinta kasih.

Ini membuka jalan bagi promosi lanjutan. Beliau diangkat jadi menteri pembangunan - setara dengan menteri pekerjaan umum zaman sekarang pada tahun 498 SM. Beliau bertanggung jawab atas pembangunan tempat-tempat peribadatan, istana, tata ruang kota, sarana pengairan, jalan dan jembatan.

Tugas-tugas kenegaraan beliau jalankan tanpa meninggalkan peranannya sebagai guru moral, yang tanpa henti-hentinya memberikan pengajaran dan teladan dalam segala hal. Integritasnya sangat menonjol dan karenanya beliau diminta pula memecahkan masalah-masalah hukum dan keadilan. Di sini pun beliau menghakimi dengan adil, menjatuhkan hukuman setimpal dengan kesalahan si terhukum.

Konfusius betul-betul memberi warna pada pemerintahan Kerajaan Lu. Aturan birokrasi menjadi lebih menonjol ketimbang kekeluargaan. Sistem birokrasi disendikannya pada nilai-nilai luhur yang sudah lama dikenal. Pada gilirannya, semua ini menjadi pedoman dan acuan bagi rakyat . Dapat dikatakan: ajaran Konfusius menjadi pondasi moral bagi masyarakat Lu ketika itu.

Meninggalkan Kerajaan
Sebagai pejabat tinggi, tujuan utama Konfusius adalah membantu para pemimpin negaranya memahami nilai-nilai luhur semesta agar mereka mampu memimpin dengan bijaksana. Ia meminta mereka menebar kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat. Misi ini berhasil sehingga pada saat beliau menjabat menteri kehakiman. Kerajaan Lu cukup kuat dan disegani.

Namun itu pula yang membuat Kerajaan Qi, tetangga Lu, mulai khawatir. Qi tidak ingin Lu semakin kuat dan membahayakan mereka, apalagi ada rumor yang menyebut Lu akan menyerang negara-negara tetangganya.
Kekhawatiran ini mendorong sejumlah raja-raja tetangga itu berunding mencari cara melemahkan Lu. Mereka lalu sepakat memberi upeti kepada Lu, berupa 80 gadis cantik dan 120 kuda terbaik. Upeti ini dikirimkan kepada para bangsawan Ding yang kala itu berkuasa di Lu. Upeti itu membuat para pejabat larut  dalam pesta pora  dan menjadi besar kepala.  Urusan negara pun terlantar, kehidupan rakyat terabaikan dan Lu pelan-pelan melemah.

Konfusius sangat kecewa melihat semua ini dan berniat mengundurkan diri. Namun Beliau tidak ingin pergi begitu saja tanpa alasan jelas. Beliau memilih waktu yang tepat -  saat raja berbuat kesalahan fatal, sehingga menjadi legitimasi bagi kepergiannya.

Konfusius menunggu momen itu pada saat upacara persembahan bagi Shang Di (Tuhan Yang Maha Agung) yang diselenggarakan pada awal musim semi berikutnya. Dalam hati kecilnya Beliau berharap para bangsawan itu mau kembali kepada ajaran moral luhur yang sudah terbukti menjadi pondasi kemajuan Lu. Namun hal itu tidak terwujud. Beliau lihat sendiri bagaimana upacara itu berlangsung sangat buruk, tanpa ketakziman dan ketulusan seperti dahulu. Sekarang Konfusius menemukan alasan untuk mundur. Maka beliau pun meninggalkan Kerajaan Lu pada tahun 489 SM, kebetulan pas 60 tahun umurnya.

Sebagai Guru Moral dan Filsuf Bijak
Berhenti sebagai pejabat menjadi awal Konfusius memulai serangkaian perjalanan panjang diiringi murid-muridnya ke berbagai kerajaan di Tiongkok utara dan timur laut, antara lain Wei, Song, Chen dan Cai. Di berbagai pengadilan negeri-negeri itu Beliau menguraikan pendapat-pendapatnya sambil terus mengajar. Beliau kembali kepada apa yang sudah Beliau tekuni sejak muda : mengajar, mendidik dan menempa murid. Pada saat yang sama, Beliau juga belajar dari filsuf-filsuf lokal yang dianggapnya patut dipergurui.

Banyak pengajaran Konfusius berasal dari pengalaman hidupnya sendiri. Ketika ibunya meninggal, hal itu merupakan kepedihan yang luar biasa. Sampai tiga tahun Konfusius meratapi kepergiannya. Ingin dimakamkannya sang Ibu dalam satu liang lahat bersama ayahnya, sebagaimana tradisi waktu itu, namun tak bisa dilakukan karena makam sang ayah tak ketahuan rimbanya.

Demi penghormatan kepada orang tua, Konfusius tak kenal lelah mencari tahu letak makam Ayahnya dengan pergi ke Wufu, di luar kota Qufu, sambil membawa peti mati berisi jenazah Ibunya. Setelah sekian lama akhirnya seorang nenek lewat di depannya. Ketika ditanyai, ternyata Beliau adalah teman lama Ibunya dan darinyalah Konfusius tahu bahwa Ayahnya dimakamkan di lereng gunung Fengshan, di sebelah timur, Qufu. Konfusius segera berlutut mengungkapkan rasa terima kasihnya. Konfusius pun memakamkan jenazah Ibunya sesitus dengan Ayahnya. Konfusius lalu membuat batu nisan setinggi 4 kaki dan mengadakan upacara pemakaman yang takzim untuk kedua orang tuanya.

Pengalaman ketika kehilangan Ibu dan kerumitan memakamkannya menjadi pelajaran penting yang kemudian menjadi bahan pengajarannya. Beliau mengatakan : tugas utama seorang anak ialah memberi penghormatan kepada orang tua dengan cinta yang tulus dan mendalam. Dan itu harus tampak dalam upacara pemakaman mereka.

Mewarnai Zaman yang Sakit
Zhou adalah dinasti terlama memerintah Tiongkok, dalam dua periode yang terkenal : Era Musim Semi dan Gugur (Period of Spring and Autumn), kurun 770-476 SM dan Era Perang Antar Negara (Period of Warring States), kurun 476-221 SM.
Pada masa keemasannya, raja-raja Zhou bahkan menguasai kerajaan-kerajaan tetangganya, atau paling sedikit Zhou diakui sebagai primus inter pares (yang utama di antara yang setara). Akan tetapi Era Musim Semi dan Gugur menyaksikan menurunnya Dinasti Zhou dan kerajaan-kerajaan tetangga itu.

Kekacauan politik militer menyebabkan juga kekacauan sosial ekonomi dan kekacauan total ini menggoncangkan masyarakat dan tata nilai yang berlaku. Ini mendorong kaum cerdik pandai memikirkan cara-cara baru memecahkan persoalan yang dihadapi. Bermunculanlah berbagai konsep untuk mengatasi serba kemelut itu sehingga timbullah apa yang kemudian dikenal sebagai Seratus Aliran Pemikiran (The Hundred Schools of Thought).
Dalam konteks sejarah seperti inilah Konfusius muncul sebagai filsuf, guru dan birokrat. Melihat kekacauan akibat perebutan kekuasaan di antara raja-raja itu, Beliau menganjurkan harmoni antara manusia dengan alam dan manusia dengan manusia. Sekiranya semua bertindak sesuai dengan kedudukannya, maka tidak akan terjadi perebutan kekuasaan. Bukan hanya negara, tetapi rumah tangga pun akan tenteram. Untuk itulah Konfusius menekankan perlunya upacara dan ritual agar setiap orang tahu tempat masing-masing : raja, menteri, ayah, anak, suami, istri.


Sumber : The Chinese Ethos, Jansen Sinamo, Penerbit : Institut Dharma Mahardika, 2013.

print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH