Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Menantu Perempuan Yang Serakah

Kisah Bijak dari Korea

Zaman dahulu di kawasan pegunungan di Korea hiduplah seorang pemuda dan ibunya yang sudah tua. Mereka sangat miskin, tetapi pemuda ini selalu berupaya sebisanya untuk merawat ibunya.

Suatu hari para tertua kampung sedang duduk-duduk sambil bercakap-cakap, dan akhirnya sampailah pembicaraan mereka kepada si pemuda. Mereka semua mengagumi betapa telatennya pemuda ini menjaga ibunya, dan ketika itulah, mereka baru menyadari  bahwa pemuda ini tak punya keluarga lain yang bisa membantu mencarikannya pasangan hidup. Maka ketika itu  dan dalam kesempatan itu, para tertua kampung memutuskan untuk mencarikan pemuda ini seorang istri.

Mereka mencari-cari ke seluruh daerah itu, berusaha menemukan seorang perempuan dengan karakter terpuji yang mau menikah dengan seorang petani miskin. Akhirnya, mereka menemukan seoraung perempuan yang tampak sepadan sebagai jodoh si pemuda itu. Dia terlihat lembut dan kasih, dan berasal dari keluarga miskin pula.

Tak lama setelah pernikahan mereka, si pemuda menyadari bahwa berlawanan dengan kesan orang-orang, istri yang baru dinikahinya itu cenderung hanya memikirkan dirinya sendiri, dan hatinya sangat tamak. Yang lebih buruk lagi, sewaktu si pemuda harus bekerja di luar rumah, istrinya memperlakukan ibunya dengan kasar, dan sering kali bahkan tidak memberinya makan. Maka, minggu demi minggu, sang ibu menjadi kian kurus dan lemah.

Sambil memikirkan kelakuan istrinya, dan menahan amarahnya, pemuda ini mencoba mempertimbangkan situasi itu dari kacamata istrinya, "Yah, memang tak mudah jadi istri petani miskin, dan mencukup-cukupkan perolehan yang selalu pas-pasan. Di dalam ajaran Ru Jiao dikatakan bahwa sifat sejati kita sebenarnya baik dan kasih sayang, jadi mungkin aku bisa memunculkan sifat-sifat baik ini dari dalam diri istriku. Dan mungkin dia akan bersikap lebih baik terhadap ibuku." Namun, alih-alih makin baik, perlakuan istrinya makin buruk saja. Akhirnya, ia sudah tak tahan lagi. Ia merenungkan situasinya secara sungguh-sungguh selama beberapa hari, hingga akhirnya terpikir olehnya suatu solusi.

Musim panen akan segera berakhir, dan tibalah waktu baginya melakukan perjalanan tahunan ke ibu kota untuk menjual hasil pertaniannya. Biasanya, ia perlu waktu lebih dari dua minggu untuk pulang pergi, tetapi kali ini ia dengan sengaja bergegas pulang, seminggu lebih awal dari perkiraan istrinya. Ia langsung masuk ke halaman rumah mereka, memanggil istrinya, dan ketika istrinya keluar, ia mengecek apakah ada orang yang melihat dan mengecilkan suaranya.

"Kau pasti tak percaya apa yang kulihat di kota! Aku menemukan lorong di pinggiran pasar yang besar tempat orang-orang menjual nenek-nenek. Nenek-nenek yang tambun dijual seharga seribu keping perak! Ayo kita jual ibuku ke sana! Tapi kita tidak akan mendapatkan harga yang bagus dengan kondisinya sekarang. Akan perlu waktu bertahun-tahun, tapi bila kita membuatnya lebih sehat, dia akan terjual dengan harga paling tinggi. Mudah sekali dapat seribu keping perak. Tapi, kalau banyak orang yang menjual ibunya, kita tidak akan dapat harga yang bagus. Jadi, jangan bilang-bilang ke siapa pun!"

Pada zaman itu, uang sedemikian sangat tinggi nilainya, dan sepanjang malam si istri hanya memikirkan bagaimana caranya membuat mertuanya menjadi gemuk dan sehat. Setiap hari dia mencoba berbagai makanan dan ramuan yang dikenal mujarab untuk lansia. Akhirnya, kesehatan mertuanya pun menjadi obsesinya.

dengan perawatan seperti itu, sang mertua mulai pulih. Suatu hari ketika sedang membawa cucunya berjalan-jalan, sang mertua bertemu dengan teman-teman lamanya dan dia berbincang-bincang dengan takjub tentang betapa hebat menantunya telah merawatnya. Selama bertahun-tahun  kemudian cerita tentang kebaikan istri merawat mertuanya ini tersebar ke seluruh kampung, dan bahkan terdengar oleh gubernur. Karena terkesan, ia menyuruh membuat tanda penghargaan berupa monumen dari batu untuk mengenang kebaikan perempuan ini dan menjadikannya sebagai teladan kebaikan bagi yang lainnya.

Si istri ini mulai dengan niat untuk menjadi kaya, tetapi dengan setiap hari memikirkan orang selain dirinya, keserakahan dan kekikirannya pun mulai berkurang. Batu peringatan itu adalah titik balik baginya, dia menangis sejadinya, bertekad menjadi orang seperti yang disimbolkan.
print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH