Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Makna Suci Persembahyangan Zhong Qiu (Tiong Chiu dialek Hokkian)

Sembahyang dan perayaan Zhong Qiu (Tiong Chiu) ini pada mulanya dikenal sebagai salah satu dari empat besar, seperti apa yang dilantunkan dalam Kidung Pujian Thian Poo / Tuhan Melindungi. Dalam Sajak Thian Poo disebutkan ada empat sembahyang besar yang berhubungan dengan tata edar Matahari-Bumi-Bulan yakni Yak, Su, Cin, Siang (Kitab Sajak / Sie King, satu dari untaian lima kitab / Ngo King, bagian Siau Nge). Sembahyang ini dikenal pula sebagai Sembahyang Sedekah Bumi yang sudah mulai diselenggarakan sejak jaman Kaisar Kuning / Huang Ti memerintah (2698-2598 SM).
Raja Suci Huang Ti yang merupakan satu dari para Raja Suci dalam Hikayat Suci turun dan berkembangnya Ru Jiao, telah merancang perhitungan Siklus enam puluh tahun / lak cap ka ci yang merupakan pokok dasar perhitungan penanggalan Im Lik yang disebut juga sebagai penanggalan Long Lik, atau bisa juga dinamakan Khongcu Lik.
Dalam sejarah perkembangan Ru Jiao sampai genap di tangan Nabi Kongzi, persembahyangan-persembahyangan ini mengalami banyak tambahan wawasan baik dalam makna tradisi. Khusus untuk Sembahyang dan Perayaan Zhong Qiu (Tiong Chiu) ini pada waktu pemerintahan Dinasti Siang (1766 – 1122 SM) oleh Nabi Suci I In diberikan makna tambahan dalam untaian empat huruf : Hok Tik Cing Sien yang secara religius mempunyai makna : “Beroleh rejeki (Hok) dalam kebajikan (Tik) dengan tetap menegakkan (Cing) nilai rohani (sien)”. Di kemudian hari pada Dinasti Ciu (1122-255 SM) Persembahyangan dan Perayaan Zhong Qiu (Tiong Chiu) dirayakan pula Festival Gandum (Harvest Festival), hal ini dihubungkan dengan panen terhitung yang jatuh pada musim gugur.
Dengan demikian dapat disimpulkan pada dasarnya Sembahyang dan Perayaan Zhong Qiu (Tiong Chiu) mempunyai makna :
  1. Sembahyang untuk mensyukuri Berkah Bumi dan Sarana / Khun. Sembahyang ini mengingatkan pada manusia agar senantiasa mensyukuri segala sesuatu yang telah diberikan Bumi kepada manusia. Karena manusia sejak lahir ke dunia ini hidup bertopang pada Bumi maka merupakan sesuatu tindakan yang layak bila manusia mensyukurinya, menjaga dengan penuh kesadaran dan ketulusan batin agar lingkungan disekitarnya tetap asri dan seimbang.
  2. Sembahyang pada Leluhur, dimana hal ini merupakan suatu bentuk laku bakti / Hauw. Sembahyang kepada leluhur yang selaku Khun dari keturunannya akan semakin mempertebal Semangat Laku Bakti dan pada puncaknya menggemilangkan nama baik leluhur dan meneruskan cita-cita luhur mereka.
  3. Do’a untuk anak / keturunan. Hal ini mengingatkan pada saat itu kedudukan Matahari-Bumi-Bulan pada kedudukan yang serasi, sehingga diyakini ada “aura chi” yang terbaik. Dengan demikian doa tulus dari orang tua dipercaya bisa beroleh hasil yang terbaik. Dan tentu kalau direnungkan sesungguhnya waktu yang terbaik ini berlaku pada semua orang dalam do’a nya yang tulus untuk tujuan yang mulia.
  4. Saat untuk memohon ampun dan bermaaf-maafan. Manusia yang satu juga merupakan Khun untuk manusia yang lain, dengan demikian di antara sesama pun seyogyanya ada saat untuk saling maaf-memaafkan pada hari baik dimana umat manusia mohon ampun kepada Dia Yang Maha Kuasa.
  5. Saat yang baik untuk memadu segala hal yang Im dan Yang. Dalam suasana penuh harmonis pada saat itu, khususnya bagi muda-mudi dalam mencari pasangan. Sepasang kekasih dalam memadu tunggal cita, suami istri dalam mewujudkan harmonis keluarga. Bahkan lebih luas lagi menyangkut tata masyarakat, hubungan pimpinan rakyat, mitra dagang dan seterusnya.

Jadi pada hekekatnya Sembahyang Zhong Qiu (Tiong Chiu) ini merupakan Ibadah Suci umat Ru Jiao yang lebih lanjut juga diyakini pula oleh Umat Tridharma untuk menghaturkan rasa syukur dan terima kasih atas Rahmat Tuhan dan Berkah Bumi yang menghasilkan Hasil Bumi untuk kehidupan manusia. Sembahyang ini merupakan Ibadah Klasik yang dimulai sejak jaman Huang Ti terus menerus berlangsung hingga sekarang yang memiliki pesan-pesan dan makna spritual yang harmonis sehingga merupakan kewajiban umat untuk melaksanakannya. Untuk tahun ini jatuh pada tanggal 22 September 2010 atau tanggal 15 bulan 8 tahun 2561 Imlek. Ada pun untuk pelaksanaan ibadahnya dilakukan pada tengah malam tanggal 21 menjelang 22 September 2010 pukul 23.00 – 01.00 WIB (saat Cu Si). Di pilih pada waktu tersebut karena merupakan waktu yang terbaik dari 12 pembagian jam khas perhitungan almanak imlek / Long Lik / Khongcu Lik, diyakini pada saat itulah hawa negafif tereliminir sampai pada titik yang terendah dan hawa positif terkulminasi pada titik puncak. Untuk sajian basanya menggunakan hasil bumi, dan tentu saja sajian utama misua patut diadakan. Ada pun khas kue bulan tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sajian sembahyangan ini.
Lalu bagaimana dengan kue bulan dan cerita-cerita tradisional yang dikenal oleh masyarakat ?
Kue bulan
Ini sesungguhnya berkaitan dengan perjuangan Zhu Yuan Zhang dalam mengusir bangsa Mongol menjatuhkan Dinasti Yuan dan mendirikan Dinasti Ming. Dalam hikayat diceritakan : untuk memberikan perintah rahasia dan menyatukan komando, digunakan sarana kue kering bulat yang menjadi bekal tentara sebagai tempat disisipkannya surat perintah / petunjuk, agar luput dari penggeledahan pihak lawan. Setelah berhasil dan dikaitkan dengan sembahyang purnama maka dibuatlah kue bulan yang tetap bulat (lambang keutuhan) namun tentu lebih enak dan mewah untuk mengenang jasa kue kering bulat yang dulu membantu perjuangan.
Cerita-cerita mitologi

Ho I dan Chang O

Menceritakan sang pahlawan Ho I yang memanah jatuh sembilan matahari agar cukup tinggal satu, menjadi takabur dan ingin hidup abadi menjadi penguasa dunia. Istrinya mencuri minuman dewa pemberian Maha Dewi Barat dan terpaksa lari karena ketahuan, akhirnya bersemayam di bulan. Jadilah Chang O Dewi Bulan.

Ng Kong
Yang diceritakan dalam banyak versi, namun sama dalam satu hal yakni harus membabat hutan di bulan. Maka terkadang dalam ilusi dan ilustrasi digambarkan orang tua yang sedang mengampak pohon di bulan.

Legenda Ng Kong, Ciu Sing, Han Tong, Pendeta Chou, Kiu Hua San adalah sebagian dari cerita-cerita Dewa dan Paderi Agama Tao yang mewarnai mitologi yang berhubungan dengan bulan dan Hari Zhong Qiu (Tiong Chiu dialek Hokkian).

Kelinci Anugrah Budda pada binatang yang rela mengorbankan diri untuk menjadi santapan ketika seorang Buddha hampir mati kelaparan, menjadikan bulan sebagai tempat kediaman kelinci yang abadi.

Perjalanan ke Bulan Menceritakan Tang Ming Ong, Raja Dinasti Tang yang dibawa “jalan-jalan” ke bulan oleh Pendeta Sakti Loh Kung Yen. Baginda terkesan oleh keindahan bulan, hingga pulang dari sana diciptakan berbagai perayaan yang melukiskan keindahann bulan.

Inilah makna dan sejarah ibadah persembahyangan dan perayaan Zhong Qiu (Tiong Chiu dialek Hokkian). Semoga para pembaca dan menghayati makna yang sesungguhnya serta mengetahui legenda yang dikenal oleh umat. Demikianlah hendaknya umat mampu melaksanakan peribadahan dengan benar dan menghapus keraguan serta ketidaktahuan akan makna religius dalam malakukan persembahyangan dan peribadahan.

print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH