Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Guo Zi Yi Membenamkan Salah Paham Demi Negara

Pada zaman Raja Xuan Zong, Dinasti Tang, Guo Zi Yi bersama Li Guang Bi saling memandang rendah dan sering terjadi konflik antara mereka, kadangkala mereka berdua melaksanakan tugas bersama atau makan bersama satu meja, selalu saling tidak memandang, bahkan tidak bicara sekatapun.


Kemudian setelah Guo Zi Yi dipromosikan sebagai Gubernur militer kawasan utara, dalam hati Li Guang Bi merasa risau sekali : “Saya sudah bertahun-tahun konflik dengan Guo Zi Yi, sedangkan Guo Zi Yi kini sudah menjadi atasan saya, ia pasti akan mencari kesalahan atau alasan apa saja untuk membalas dendam kepada saya.” Maka ia tekad melarikan diri, namun belum dapat kesempatan yang baik seketika itu, lalu tertunda sementara.

Ketika terjadi pemberontak An dan Shi, Guo Zi Yi terima titah Kaisar Xuan Zong, Dinasti Tang, memimpin pasukan maju ke jurusan timur untuk menumpas pasukan pemberontak yang dipimpin An Lushan dan Shi Siming.


Li Guang Bi berpikir, dalam masa kekacauan perang ini, panglima utama berkuasa ambil hukuman hidup atau mati dalam masa  perang, Guo Zi Yi pasti memanfaatkan kesempatan kerahan pasukan ini untuk membasmi pada dirinya. Saat ajal pada dirinya sudah tiba. Setelah berpikir sejenak, ia tekad masuk ruangan Guo Zi Yi dan berkata : “Kita berdua seperti musuh, sekarang engkau berkuasa penuh, saya tahu engkau pasti akan memojokkan saya pada posisi penemuan ajal saya. Namun, sebelum saya mati, saya haturkan satu permintaan saja, mohon engkau jangan mencelakai istri dan anak saya.”


Guo Zi Yi usai mendengar, berlinanglah air matanya, ia cepat maju dan merangkul Li Guang Bi : “Kini bencana akan menimpah negara kita, pasukan pemberontak sedang merajalela, kita mana mungkin mempersoalkan pemikiran tentang perselisihan pribadi antara kita. Kini sudah saatnya melakukan aksi militer ke penjuru timur untuk menumpas pasukan pemberontak, menang atau kalah, semuanya tergantung jenderal ikut bertempur atau tidak. Kami berharap engkau dan aku tidak akan mempersoalkan konflik pada masa lalu, membuang jauh segala rasa kebencian pribadi, menitikberatkan kepentingan negara, saling membahu dan konsentrasi dalam penumpasan pemberontakan, menyudahi masa kekacauan perang.” Habis kata lalu berlutut dan bersujud, akhirnya mereka berdua sama-sama menangis dan saling merangkul, dua-duanya bersalaman dan menyatakan damai antara mereka, selanjutnya mereka kolaborasi dengan sempurna dalam peperangan, akhirnya berhasil menumpas pasukan pemberontak.

print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH