Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Imlek dan Kebajikan Universal

Penulis : Budi Santoso Tanuwibowo


Ketika merayakan Tahun Baru Imlek pada 23 Januari 2012, mungkin hanya sebagian yang mengetahui bahwa Kalender Imlek sekarang bertahun 2563. Soal dari mana angka 2563 datang, mungkin sudah jarang yang mengetahuinya.

Kalender Imlek ada sejak Kaisar Huang Di, 2696-2598 SM. Namun resminya digunakan oleh Dinasti Xia, 2205-1766 SM atau 4.208 tahun lalu. Setelah Xia diganti Shang, 1766-1122 SM, kalender ini dimodifikasi dengan dimajukan awal tahunnya sekitar satu bulan. Akibatnya awal tahun baru yang semula jatuh di awal musim semi, bergeser ke musim dingin. Tahun pertamanya ditentukan sejak awal berdirinya Shang.

Ketika Shang diganti Zhou, 1122-255 SM, perhitungan tahun barunya dimajukan lagi, bertepatan dengan puncak musim dingin sekitar 22 Desember, tepat ketika matahari di 23,5Lintang Selatan. Perhitungan awal tahunnya dimulai sejak berdirinya Zhou.

Nabi Kong Zi, Khongcu, Confucius, hidup semasa Zhou, 551-479 SM. Suatu ketika ia menyarakan agar kalender Xia kembali digunakan, karena lebih cocok bagi masyarakat yang mayoritas petani. Bila tahun baru jatuh di musim dingin, sulit dijadikan pedoman bagi rakyat untuk mulai kerja baru. Sebaliknya bila tahun baru bertepatan dengan awal musim semi. Namun usulan Nabi Kong Zi ini tidak ditanggapi penguasa Zhou waktu itu.

Ketika Qin menggantika Zhou, 255-202 SM, nasihat Nabi Kong Zi pun tetap diabaikan. Kaisar waktu itu tetap mengikuti tradisi sebelumnya, berupaya memperkuat legitimasi kekuasaan dengan berbagai cara, di antaranya dengan membuat kalender baru. Soal kalender tersebut cocok atau tidak dengan kebutuhan rakyatnya, kurang dipertimbangkan.

Dinasti Qin tidak berumur panjang, digantikan Dinasti Han, 202 SM-206 M, yang didirikan Lu Bang. Kaisar pertama ini tidak sempat memikirkan penggantian kalender. Baru pada saat Han Wu Di berkuasa, ia menuruti fatwa Nabi Kong Zi dan mengumumkan berlakunya kembali kalender Xia. Sebagai penghormatan kepada Nabi Kong Zi, hitungan tahun pertamanya dimulai sejak kelahiran Nabi Kong Zi, 551 SM. Ini sebabnya Kalender Imlek bertahunkan 2563, yang merupakan penjumlahan 551 dan tahun Masehi 2012. Kebijakan Han Wu Di ini ternyata lebih abadi, terbukti kaisar sesudahnya, baik dari Dinasti Han maupun dinasti sesudahnya, tetap menggunakan kalender yang mengacu pada tahun kelahiran Nabi Kong Zi.

Kalender Imlek, karena cocok digunakan sebagai pedoman masyarakat yang kebanyakan hidup dari pertanian, sering disebut Kalender Petani. Selain itu banyak yang menyebut Kalender Kong Zi atau Khongculek, sehingga tahun barunya sering disebut Tahun Baru Kong Zi. Sebutan ini lazim digunakan di kalangan umat agama Khonghucu di tanah air, maupun di beberapa negara yang masyarakatnya banyak memeluk agama Khonghucu.

Kebajikan Universal Di Balik Perayaan Imlek
Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa di balik penggunaan kembali Kalender Imlek, ada argumen mendasar. Pertama keberpihakan kepada rakyat. Pemerintah, betapapun kekuasaannya mutlak seperti kaisar zaman dahulu, tetap tidakdibenarkan menggunakan segala cara memperkuat legitimasi kekuasaan, dengan mengabaikan kepentingan rakyat.

Sikap ini ditunjukkan Nabi Kong Zi secara konsisten. Dengan kalimat bersayap beliau bersabda, "Kebajikan pemimpin laksana angin, kebajikan rakyat jelata seperti rumput. Kemana angin bertiup, ke sana rumput merebah". Dengan kalimat lebih tegas beliau mengatakan bahwa kepentingan rakyat tidak boleh diabaikan dan ditunda. Dengan bahasa spritual, dikatakan, "Tuhan mendengar seperti rakyatku mendengar, Tuhan melihat seperti rakyatku melihat". Ketika seorang muridnya membantu pemerintahan memeras rakyat dengan menaikkan pajak di kala situasi sulit, secara tegas Nabi Kong Zi menghukumnya.

Dari argumentasi yang dipaparkan Nabi Kong Zi, kita bisa melihat bahwa hakikat Imlek yang kedua adalah bukan untuk berpesta pora, namun justru merupakan awal dari sebuah karya baru. Untuk masyarakat masa itu, berarti awal untuk mulai bercocok tanam. Pada masa sekarang, berarti awal kerja baru, yang bentuknya tentu jauh lebih kompleks.

Dalam situasi sulit seperti sekarang, penanaman makna ini jelas sangat penting. Menjadi lebih strategis lagi kala kita melihat betapa banyak upaya, waktu, harta dan tenaga yang tercurah untuk bersenang-senang menyambut rangkaian hari raya yang datang berturutan. Sementara kondisi kita justru membutuhkan pemikiran dan kerja yang lebih produktif.

Mengkait pada makna kerja di atas, Nabi Kong Zi pernah menyindir aparat waktu itu yang hanya tahu berfoya-foya. Dalam kesempatan lain beliau mengagumi Raja Sun yang telah memerintahkan Xia Yu bekerja keras 13 tahun guna mengatasi banjir yang kerap melanda negerinya. Perintah Sun ini dijalankan Xia Yu sungguh-sungguh. Bahkan selama 13 tahun beliau tidak pernah pulang ke rumah barang sekejap pun - meski beliau sering melewati rumahnya, sebelum tanggung jawabnya tertuntaskan. Belakangan setelah Sun wafat, Xia Yu didaulat rakyatnya untuk menggantikan Sun, dan menjadi pendiri dan kaisar pertama Dinasti Xia, yang kalendernya kita gunakan sampai sekarang.

Makna Imlek ketiga adalah sebagai titik penting bagi pembinaan diri manusia, menuju pencapaian ideal sebagai insan beriman dan berbudi luhur. Dalam kosa kata Nabi Kong Zi, disebut manusia Jun Zi. Kebalikannya adalah Xiao Ren atau manusia tidak berbudi, yang hanya tahu keuntungan belaka, mementingkan diri dan kelompoknya. Manusia Jun Zi digambarkan mampu mencintai kemanusiaan tanpa terkontaminasi sekat primodial, berani menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, kesusilaan dan mempunyai rasa tahu malu, serta selalu bertindak bijaksana dalam menjaga dirinya dan hubungannya dengan orang lain, sehingga pada akhirnya beliau mendapat kepercayaan penuh dari sesamanya.

Masih belum cukup dengan persyaratan ideal ini, Nabi Kong Zi masih menekankan pentingnya sikap setia Kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa. Sikap ini tidak saja penting dan perlu dilakukan setiap saat, namun juga perlu diprasetyakan secara khusus dalam Sembahyang Besar Kepada Tian, pada malam hari menjelang tanggal 09-01 Imlek.

Dalam hubungannya dengan orang tua, senior, keluarga dan sesama, momen Tahun Baru Imlek juga digunakan untuk memperbaharui hubungan. Lebih jauh lagi ada kewajiban membantu sesama. Dalam kondisi saat ini, sikap ini tentu perlu mendapat penekanan lebih intens, apalagi ketika rasa hormat yang wajar kepada sesama semakin pudar di satu sisi, dan di sisi lain kondisi negara kita masih belum pulih seperti kondisi sebelum krisis.

Dari paparan di atas, kiranya menjadi jelas bahwa di balik gebyar dan euforia orang menyambut Tahun Baru Imlek, apalagi setelah ditetapkan sebagai Hari Nasional dan setelah sekian lama dipasung sejarah, sikap kewajaran tetap perlu dijaga penuh kesadaran. Oleh karenanya pemahaman historis, filosofis dan agamis di balik perayaan Imlek, perlu terus digali, dikembangkan, agar kebajikan yang menjadi dasar perayaan ini dapat muncul jelas ke permukaan, dalam wujud nyata, simpatik dan bermanfaat bagi kita semua. Tanpa kesadaran mendalam, maka kehadirannya disamping akan menambah pesta pora berlebihan  yang jelas tidak kondusif dengan kondisi objektif saat ini, juga bisa menjadi pemicu atau sumber perpecahan baru di tubuh bangsa ini.

Gembirakan Yang Dekat, Agar Yang Jauh Berdatangan
Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, Nabi Kong Zi memberi nasihat, "Gembirakan yang dekat, agar yang jauh berdatangan. Antar yang pergi, agar yang di dalam merasa bahagia".

Dalam situasi saat ini, dan bahkan dalam situasi yang normal sekalipun, nasihat di atas perlu kita renungkan dengan dalam, karena amat relevan dan akan terus relevan. Kalau kita, sebagai satu kesatuan keluarga, satu kesatuan bangsa, benar-benar bisa hidup guyub rukun bersatu, saling percaya satu sama lain, berpribudi baik, maka akan dapat tercipta satu kondisi kondusif dan produktif, yang tentunya akan mampu menciptakan suasana damai dan bahagia. Bila kondisi ini kemudian dilihat orang luar, orang lain, atau katakanlah investor asing, maka mereka dengan sendirinya akan suka berdatangan.

Nasihat yang kedua juga amat relevan, dan bila dapat dilaksanakan dengan baik, akan mampu menciptakan 'sense of belonging' yang tinggi. Bayangkanlah bila sebuah perusahaan mampu dan tetap menghargai karyawannya yang akan pergi atau pensiun dengan sebaik-baiknya, tentu hal ini akan memberikan ketentraman batin bagi karyawan yang masih tinggal. Dalam hati mereka berkata, "Wah yang akan pergi atau pensiun pun masih diperlakukan dengan hormat, apalagi kita-kita ini yang masih bekerja di dalam? Kelak kalau pun kita pensiun, tentu akan mendapat penghargaan serupa". Bila hal ini dapat dilakukan secara konsisten dan tulus, niscaya akan mampu meninggikan semangat dan 'sense of belonging'. Bila kemudian diterapkan dalam konteks negara, maka negara tersebut akan berpotensi menjadi negara yang kuat, karena ada spirit di dalamnya.

Kebajikan Selalu Memperoleh Tetangga
Nabi Kong Zi melemparkan tamsil, "Kebajikan selalu akan memperoleh tetangga. Menyebarnya kebajikan lebih cepat dari laju kereta yang ditarik empat ekor kuda". Tamsil ini kiranya mampu memompa semangat kita untuk terus berupaya, memanfaatkan setiap momentum penting, guna mengamalkan dan menyebarluaskan kebajikan. Dalam suasana pengap dan miskin nilai-nilai, kita tidak boleh menyerah kalah. menyerah berarti siap-siap tergelincir dalam jurang. Tetap berjuang selalu menumbuhkan harapan.

Ibarat menanam seribu benih, bila ada seratus yang tumbuh, sudah lumayan. Bila dari seratus hanya sepuluh yang berbunga, itu juga tetap perlu disyukuri. Bila dari sepuluh yang berbunga hanya satu yang berbuah, itu tetap jauh lebih baik ketimbang tidak pernah menanam sama sekali. Bukankah dari satu yang tumbuh itu ada jaminan kelestarian ?


Berita Terkait
Seminar Sehari Mempersiapkan Diri 
Sembahyang Syukur Tahun Baru Imlek 


print this page Print this page

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH