Ada sebuah kisah
dari masa Dinasti Qing, tentang seorang pedagang bernama Zhang. Ia pergi menagih utang dengan
menyeberangi Sungai Yangtze dan baru pulang menjelang akhir
tahun. Dengan memikul barang-barang di pundaknya ia pun pulang pagi-pagi buta,
tetapi harus menunggu di bawah sebuah bangunan dulu karena gerbang kota belum
dibuka. Ia meletakkan tas kantongnya yang penuh emas dan perak, lantas tertidur
pulas.
Ketika
terbangun, ia tak melihat lagi tasnya, lalu segera mencarinya. Setelah berjalan
cukup jauh dan tidak menemukan tasnya, ia kembali lagi ke tempat tadi. Kini ia
benar-benar gusar dan resah.
Seorang bapak
tua kemudian muncul dan bertanya mengapa Zhang sesedih itu. Zhang menceritakan
kejadiannya. Tidak disangka, orangtua itulah yang ternyata mengamankan tas
Zhang. “Saya menemukan tas ini di bawah situ ketika membuka pintu ini. Saya
tidak tahu apakah ini milikmu,” kata Pak Tua.
Setelah
memeriksa tasnya dan tidak kurang suatu apa pun, Zhang menerimanya dengan penuh
rasa syukur, mengucapkan terima kasih sambil berlutut. Masih utuh semua
emas dan peraknya. Sebagian besar adalah
milik majikannya. Zhang yang terharu oleh kebaikan si orang tua berniat
memberikan sebagian. Namun orang tua itu menolak dan mengatakan : uang dan emas
bukan kesukaanku.
Zhang pun pamit.
Ketika menunggu perahu di tepi sungai yang sangat lebar itu, angin tiba-tiba
bertiup kencang. Banyak perahu terbalik, dan banyak penumpang yang tenggelam.
Melihat peristiwa mengerikan ini, muncul rasa welas asih di hati Zhang dan
berpikir, “Hari ini saya mendapatkan kembali emas dan perak yang telah hilang.
Tanpa itu, saya pasti celaka. Saya benar-benar mendapat hidup saya kembali.”
Lalu ia menggunakan semua uangnya, menyewa sejumlah orang untuk menyelamatkan
mereka yang tenggelam. Puluhan orang terselamatkan oleh hati belas kasihnya.
Semua yang
selamat berterima kasih kepada Zhang. Salah satunya ternyata anak orang tua
yang telah mengembalikan tas Zhang tadi pagi, yang juga dalam perjalanan pulang
setelah menyelesaikan urusan dagangnya di utara Sungai Yangtze.
Zhang
terkejut akan hal ini. Kemudian ia
kisahkan pengalamannya kepada para korban itu, dan semua orang takjub akan
keajaiban itu. Mereka berkata, ini pastilah hukum keadilan Tuhan, kebaikan
dibalas kebaikan. Rahmat tidak pernah berhenti bergerak. Ia mengalir dari satu
orang ke orang lain. Tidak terbayangkan jika orang tua tadi menyembunyikan
harta yang ia temukan, maka aliran rahmat akan berhenti, sebab sangat mungkin
Zhang bunuh diri karena kehilangan hartanya dan hukuman majikannya. Dan jika
Zhang bunuh diri, tidak punya kesempatan ia menyelamatkan orang-orang yang
tenggelam, termasuk anak orang tua tadi.
Begitulah, orang
yang berpekerti, rahmat senantiasa bersikap baik dalam segala situasi. Ia tidak
membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi mengampuninya. Kepelitan tidak
dibalasnya dengan kekikiran, tetap murah hatinya. Kalau ada orang baik, ia
lebih baik lagi. Ia senantiasa menjadi insan penuh rahmat. Hidupnya menjadi
saluran rahmat. Dan itulah manusia budiman, Junzi, menurut Nabi Kongzi. “Hanya
orang yang punya rasa cinta kasih yang mencintai orang baik dan juga tidak
membenci orang jahat.”
Print this page
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMA KASIH