Dikisahkan kembali oleh : Tan Sudemi
Muli sudah lama bekerja sebagai supir di keluarga Tuan Lim yang kaya. Muli tidak pernah mengelu atau keluh kesah terhadap pekerjaannya. Tak pernah ia membantah saat selesai mengantar putri tuan Lim dari sekolah sampai di rumah, tiba-tiba nyonya Lim meminta Muli untuk mengantarnya ke pusat pembelanjaan. Tanpa mengenal lelah Muli siap mengantar nyonya Lim meskipun putri nyonya Lim meminta kepada mamanya agar Muli bisa istirahat dulu. Setiap kali Muli terima gaji, ia selalu mensyukuri kepada Shang Di, Tuhan Yang Maha Agung, akan berkah yang ia terima. Hubungan Muli dan keluarga Tuan Lim sangat akrab seperti keluarga sendiri.
Pada suatu hari seperti biasa, setiap akhir bulan, Muli menerima gaji dan bonus dari majikannya. Tuan Lim bertanya kepada Muli : "Selama ini gaji yang kami berikan sangat baik kepada kamu, selain gaji juga ada bonus yang kamu terima. Apakah selama ini gaji dan bonus yang kamu terima sudah kamu belikan rumah atau mungkin yang lainnya." Terima kasih, tuan dan nyonya, selama ini saya bersyukur hidup saya dan keluarga cukup saja dan saya juga mendapat warisan gubuk (maksudnya rumah bahasa ungkapan untuk rendah hati) dari orang tua. Lalu selama ini gaji dan bonus kamu dipakai buat apa saja? Gaji yang saya terima dari Tuan untuk dipakai keperluan rumah tangga sedangkan bonus yang saya terima, saya sumbangkan kepada fakir miskin. (baca kisah Meng Changjun)
Betapa kaget dan marahnya Tuan dan Nyonya Lim mendengar bahwa bonus yang diterima disumbangkan kepada fakir miskin. “Sungguh kamu manusia bodoh dan dungu, bonus yang kamu terima kamu sumbangkan, padahal kami berharap kamu dapat meningkatkan ekonomi keluargamu”.
Keesokan harinya Muli dipanggil oleh Nyonya Lim sambil menyerahkan satu amplop yang cukup tebal. Lalu nyonya Lim berkata.”Mulai hari ini kamu kami pecat. Kami tidak butuh supir yang bodoh seperti kamu dan ingat setelah keluar dari rumah ini jangan sampai kamu jadi orang miskin”.
Dua tahun kemudian, usaha Tuan Lim bangkrut, seluruh harta benda termasuk rumah mewah terpaksa di jual untuk menutupi utang usaha. Suatu hari Muli memarkirkan mobil box yang berisi barang dagangan di pinggir jalan. Ia melihat Tuan dan Nyonya Lim beserta putrinya sedang makan di warung makan nasi yang sangat sederhana untuk ukuran orang kaya seperti Tuan Lim. Muli menyapa mereka, “Tuan, Nyonya dan Ling-Ling, mengapa makan di tempat ini? Tuan Lim menatap Muli dengan wajah lemas. “Sejak dua tahun lalu usaha kami bangkrut dan semua kekayaan kami sudah dijual untuk menutupi utang-utang perusahaan kami. Sekarang kami sudah tidak punya apa-apa lagi dan kami pun tidak tahu harus tinggal dimana.
Jika Tuan, Nyonya dan Ling-Ling tidak keberatan untuk sementara bisa tinggal di gubuk kami. Kebetulan di kampung, kami membentuk koperasi tapi belum ada tenaga kerja, barangkali tuan tidak keberatan untuk membantu mengolah koperasi di kampung kami. Tuan Lim beserta keluarga menyambut uluran tangan Muli bekas supirnya dengan senang hati.
Pada malam hari Muli mengundang orang-orang kampung untuk hadir dirumahnya sambil memperkenalkan keluarga Tuan Lim kepada mereka. Setelah mengetahui yang hadir adalah Tuan Lim, para tamu sangat menghormatinya. Beberapa tamu yang hadir di rumah Muli mengucapkan terima kasih kepada Tuan Lim atas bantuannya selama in. “terima kasih Tuan Lim anak saya sudah sehat.” Terima kasih juga Tuan Lim rumah yang reyot sudah diperbaiki”. “Terima kasih Tuan Lim utang saya sudah lunas. Tuan Lim yang tidak tahu apa-apa menjadi bingung dan bertanya kepada Muli, “Mengapa mereka berterima kasih kepada saya”. Sambil menatap Tuan Lim, Muli berkata “Setiap bulan, bonus yang saya terima, saya sumbangkan kepada mereka atas nama Tuan”. Betapa terharunya Tuan Lim sambil memeluk Muli bekas supirnya itu.
cakep...ampe ngeluarin air mata bacanya
BalasHapus